Kamis, 20 Februari 2014

MAKALAH TENTANG KONFLIK



BAB I
PENDAHULUAN

A.  Latar Belakang
Konflik adalah sesuatu yang hampir tidak mungkin bisa dilepaskan dari kehidupan masyarakat. Selama masyarakat masih memiliki kepentingan, kehendak, serta cita-cita konflik senantiasa “mengikuti mereka”. Oleh karena dalam upaya untuk mewujudkan apa yang mereka inginkan pastilah ada hambatan-hambatan yang menghalangi, dan halangan tersebut harus disingkirkan. Tidak menutup kemungkinan akan terjadi benturan-benturan kepentingan antara individu dengan kelompok, atau kelompok dengan kelompok.[1]
Jika hal ini terjadi, maka konflik merupakan sesuatu yang niscaya terjadi dalam masyarakat.  Konflik antarbudaya ataupun multidimensional yang sering muncul dan mencuat dalam berbagai kejadian yang memprihatinkan dewasa ini bukanlah konflik yang muncul begitu saja. Akan tetapi, merupakan akumulasi dari ketimpangan – ketimpangan dalam menempatkan hak dan kewajiban yang cenderung tidak terpenuhi dengan baik. Konflik merupakan gesekan yang terjadi antara dua kubu atau lebih yang disebabkan adanya perbedaan nilai, status, kekuasaan, kelangkaan sumber daya, serta distribusi yang tidak merata, yang dapat menimbulkan deprifasi relative di masyarakat.


B.    Rumusan Masalah
1.     Apa pengertian dari konflik ?
2.     Bagaimanaa pandangan para ahli terhadap konflik ?
3.     Apa saja jenis-jenis konflik ?
4.     Bagaimana latar belakang penyebab terjadinya konflik antar organisasi atau kelompok ?
5.     Bagaimana proses konflik ?
6.     Bagaimana mengelola konflik antar kelompok melalui penanggulangannya ?
7.     Apa saja akibat dari konflik ?


C.    Tujuan Penulisan
1.     Untuk mengetahui pengertian dari konflik.
2.     Untuk mengetahui pandangan para ahli terhadap konflik.
3.     jenis-jenis konflik
4.     Untuk mengetahui latar belakang penyebab terjadinya konflik antar organisasi atau kelompok
5.     Untuk mengetahui proses konflik
6.     Untuk mengetahui cara mengelola konflik antar kelompok melalui penanggulangannya
7.     Untuk mengetahui akibat dari konflik
















BAB II
PEMBAHASAN


A.    PENGERTIAN KONFLIK
a.   Pengertian Konflik Secara Umum
Dari berbagai definisi dan berbagai sumber, istilah konflik umunya dapat dirangkum dan diartikan sebagai berikut:
1.   Konflik adalah bentuk pertentangan alamiah yang dihasilkan oleh individu atau kelompok karena mereka yang terlibat memiliki perbedaan sikap, kepercayaan, nilai-nilai, serta kebutuhan.
2.   Hubungan pertentangan antara dua pihak atau lebih (individu maupun kelompok) yang memiliki atau merasa memiliki sasaran-sasaran tertentu, namun diliputi pemikiran, perasaan, atau perbuatan yang tidak sejalan.
3.   Pertentangan atau pertikaian karena ada perbedaan dalam kebutuhan, nilai, dan motifasi pelaku atau yang terlibat di dalamnya.
4.    suatu proses yang terjadi ketika satu pihak secara negatif mempengaruhi pihak lain, dengan melakukan kekerasan fisik yang membuat orang lain perasaan serta fisiknya terganggu.
5.   Bentuk pertentangan yang bersifat fungsional karena pertentangan semacam itu mendukung tujuan kelompok dan memperbarui tampilan, namun disfungsional karena menghilangkan tampilan kelompok yang sudah ada.
6.   proses mendapatkan monopoli ganjaran, kekuasaan, pemilikan, dengan menyingkirkan atau melemahkan pesaing.
7.   suatu bentuk perlawanan yang melibatkan dua pihak secara antagonis.
8.    kekacauan rangsangan kontradiktif dalam diri individu.
Dua uraian di atas juga menunjukkan bahwa dalam setiap konflik terdapat beberapa unsur sebagai berikut. 
1.   Ada dua pihak atau lebih yang terlibat. 
2.   Ada tujuan yang dijadikan sasaran konflik, dan tujuan itulah yang menjadi sumber konflik. 
3.   Ada perbedaan pikiran, perasaan, tindakan di antara pihak yang terlibat untuk mendapatkan atau mencapai tujuan. 
4.   Ada situasi konflik antara dua pihak yang bertentangan.
b.   Pengertian Konflik Secara Etimologi
Konflik berasal dari kata kerja latin configere yang berarti saling memukul. Secara sosiologis, konflik diartikan sebagai suatu proses sosial antara dua orang atau lebih ( bisa juga kelompok ) dimana salah satu pihak berusaha menyingkirkan pihak lain dengan menghancurkannya atau membuatnya tidak berdaya.
c.    Pengertian Konflik Menurut Para Ahli
Berikut adalah beberapa pengertian konflik menurut para ahli.
1.   Menurut Taquiri dalam Newstorm dan Davis ( 1977 ), konflik merupakan warisan kehidupan sosial yang boleh berlaku dalam berbagai keadaan akibat daripada berbangkitnya keadaan ketidaksetujuan, kontroversi dan pertentangan di antara dua pihak atau lebih pihak secara berterusan.
2.    Menurut Gibson, et al  ( 1997: 437 ), hubungan selain dapat menciptakan kerjasama, hubungan saling tergantung dapat pula melahirkan konflik. Hal ini terjadi jika masing – masing komponen organisasi memiliki kepentingan atau tujuan sendiri – sendiri dan tidak bekerja sama satu sama lain.
3.    Menurut Robbin ( 1996 ), keberadaan konflik dalam organisasi dalam organisasi ditentukan oleh persepsi individu atau kelompok. Jika mereka tidak menyadari adanya konflik di dalam organisasi maka secara umum konflik tersebut dianggap tidak ada. Sebaliknya, jika mereka mempersepsikan bahwa di dalam organisasi telah ada konflik maka konflik tersebut telah menjadi kenyataan.
4.    Muchlas ( 1999 ), Dipandang sebagai perilaku, konflik merupakan bentuk minteraktif yang terjadi pada tingkatan individual, interpersonal, kelompok atau pada tingkatan organisasi. Konflik ini terutama pada tingkatan individual yang sangat dekat hubungannya dengan stres.
5.    Menurut Minnery (1985), Konflik organisasi merupakan interaksi antara dua atau lebih pihak yang satu sama lain berhubungan dan saling tergantung, namun terpisahkan oleh perbedaan tujuan.
6.    Robbins ( 1993), Konflik dalam organisasi sering terjadi tidak simetris terjadi hanya satu pihak yang sadar dan memberikan respon terhadap konflik tersebut. Atau, satu pihak mempersepsikan adanya pihak lain yang telah atau akan menyerang secara negatif.
7.    Pace and Faules ( 1994: 249 ),Konflik merupakan ekspresi pertikaian antara individu dengan individu lain, kelompok dengan kelompok lain karena beberapa alasan. Dalam pandangan ini, pertikaian menunjukkan adanya perbedaan antara dua atau lebih individu yang diekspresikan, diingat, dan dialami.
8.    Folger & Poole  ( 1984 ), Konflik dapat dirasakan, diketahui, diekspresikan melalui perilaku-perilaku komunikasi.
9.    Myers ( 1982 : 234 – 237 ),  Kreps ( 1986 : 185 ), Stewart, 1993 :                    341 ), Konflik senantisa berpusat pada beberapa penyebab utama, yakni tujuan yang ingin dicapai, alokasi sumber – sumber yang dibagikan, keputusan yang diambil, maupun perilaku setiap pihak yang terlibat
10. Devito ( 1995 : 381 ) Interaksi yang disebut komunikasi antara individu yang satu dengan yang lainnya, tak dapat disangkal akan menimbulkan konflik dalam level yang berbeda – beda.






B.  PANDANGAN PARA AHLI TERHADAP KONFLIK
1.   Konflik Menurut Robbin
Robbin ( 1996: 431 ) mengatakan konflik dalam organisasi disebut sebagai The Conflict Paradoks, yaitu pandangan bahwa di satu sisi konflik dianggap dapat meningkatkan kinerja kelompok, tetapi di sisi lain dapat menurunkan kinerja kelompok sehingga kebanyakan kelompok dan organisasi berusaha untuk meminimalisasikan konflik. Pandangan ini dibagi menjadi tiga bagian, antara lain:
Terdapat tiga pandangan tentang konflik, yaitu :
1)  Pandangan tradisional ( The Traditional View ), menyatakan bahwa konflik harus dihindari karena akan menimbulkan kerugian, aliran ini juga memandang konflik sebagai sesuatu yang sangat buruk, tidak menguntungkan dalam organisasi. Oleh karena itu konflik harus dicegah dan dihindari sebisa mungkin dengan mencari akar permasalahan.[2]
2)  Pandangan hubungan manusia ( The Human Relation View ), Pandangan behaviorial (yang berhubungan dengan tingkah laku) ini menyatakan bahwa konflik merupakan sesuatu yang wajar, alamiah dan tidak terelakan dalam setiap kelompok manusia. Konflik tidak selalu buruk karena memiliki potensi kekuatan yang positif di dalam menentukan kinerja kelompok, yang oleh karena itu konflik harus dikelola dengan baik.[3]
3)  Pandangan interaksionis ( The Interactionist View ), Yang menyatakan bahwa konflik bukan sekedar sesuatu kekuatan positif dalam suatu kelompok, melainkan juga mutlak perlu untuk suatu kelompok agar dapat berkinerja positif. Oleh karena itu konflik harus diciptakan. Pandangan ini didasari keyakinan bahwa organisasi yang tenang, harmonis, damai ini justru akan membuat organisasi itu menjadi statis, stagnan dan tidak inovatif. Dampaknya dalam kinerja organisasi menjadi rendah. [4]
2.   Konflik Menurut Stoner dan Freeman
Stoner dan Freeman ( 1989 : 392 ) membagi pandangan menjadi dua bagian, yaitu pandangan tradisional ( Old view ) dan pandangan modern ( Current View ):
1)  Pandangan tradisional. Pandangan tradisional menganggap bahwa konflik dapat dihindari. Hal ini disebabkan konflik dapat mengacaukan organisasi dan mencegah pencapaian tujuan yang optimal. Oleh karena itu, untuk mencapai tujuan yang optimal, konflik harus dihilangkan. Konflik biasanya disebabkan oleh kesalahan manajer dalam merancang dan memimpin organisasi. Dikarenakan kesalahan ini, manajer sebagai pihak manajemen bertugas meminimalisasikan konflik.
2)  Pandangan modern. Konflik tidak dapat dihindari. Hal ini disebabkan banyak faktor, antara lain struktur organisasi, perbedaan tujuan, persepsi, nilai – nilai, dan sebagainya. Konflik dapat mengurangi kinerja organisasi dalam berbagai tingkatan. Jika terjadi konflik, manajer sebagai pihak manajemen bertugas mengelola konflik sehingga tercipta kinerja yang optimal untuk mencapai tujuan bersama.
3.     Konflik Menurut Myers
Selain pandangan menurut Robbin dan Stoner and Freeman, konflik dipahami berdasarkan dua sudut pandang, yaitu: tradisional dan kontemporer                  ( Myers, 1993:234 )
1)  Dalam pandangan tradisional, konflik dianggap sebagai sesuatu yang buruk yang harus dihindari. Pandangan ini sangat menghindari adanya konflik karena dinilai sebagai faktor penyebab pecahnya suatu kelompok atau organisasi. Bahkan seringkali konflik dikaitkan dengan kemarahan, agresivitas, dan pertentangan baik secara fisik maupun dengan kata-kata kasar. Apabila telah terjadi konflik, pasti akan menimbulkan sikap emosi dari tiap orang di kelompok atau organisasi itu sehingga akan menimbulkan konflik yang lebih besar. Oleh karena itu, menurut pandangan tradisional, konflik haruslah dihindari.
2)  Pandangan kontemporer, mengenai konflik didasarkan pada anggapan bahwa konflik merupakan sesuatu yang tidak dapat dielakkan sebagai konsekuensi logis interaksi manusia. Namun, yang menjadi persoalan adalah bukan bagaimana meredam konflik, tapi bagaimana menanganinya secara tepat sehingga tidak merusak hubungan antarpribadi bahkan merusak tujuan organisasi. Konflik dianggap sebagai suatu hal yang wajar di dalam organisasi. Konflik bukan dijadikan suatu hal yang destruktif, melainkan harus dijadikan suatu hal konstruktif untuk membangun organisasi tersebut, misalnnya bagaimana cara peningkatan kinerja organisasi.
C.  JENIS – JENIS KONFLIK
Menurut Dahrendorf, konflik dibedakan menjadi enam macam, yaitu :
§  Konflik antara atau dalam peran sosial ( intrapribadi ), misalnya antara peranan - peranan dalam keluarga atau profesi ( konflik peran ( role ) )
§  Konflik antara kelompok-kelompok sosial ( antar keluarga, antar gank ).
§  Konflik kelompok terorganisir dan tidak terorganisir (polisi melawan massa).
§  Koonflik antar satuan nasional ( kampanye, perang saudara )
§  Konflik antar atau tidak antar agama
§  Konflik antar politik.
Sedangkan  Menurut Robbins[5] Terdapat 3 jenis konflik yaitu:
·     Konflik tugas, yaitu konflik atas isi dan sasaran pekerjaan
·     Konflik hubungan, yaitu konflik berdasarkan hubungan interpersonal
·     Konflik proses, yaitu konflik atas cara melakukan pekerjaan
Ada lima jenis konflik dalam kehidupan organisasi :
1.     Konflik dalam diri individu, yang terjadi bila seorang individu menghadapi ketidakpastian tentang pekerjaan yang dia harapkan untuk melaksanakannya. Bila berbagai permintaan pekerjaan saling bertentangan, atau bila individu diharapkan untuk melakukan lebih dari kemampuannya.
2.     Konflik antar individu dalam organisasi yang sama, dimana hal ini sering diakibatkan oleh perbedaan – perbedaan kepribadian.Konflik ini berasal dari adanya konflik antar peranan ( seperti antara manajer dan bawahan ).
3.     Konflik antar individu dan kelompok, yang berhubungan dengan cara individu menanggapi tekanan untuk keseragaman yang dipaksakan oleh kelompok kerja mereka. Sebagai contoh, seorang individu mungkin dihukum atau diasingkan oleh kelompok kerjanya karena melanggar norma – norma kelompok.
4.     Konflik antar kelompok dalam organisasi yang sama, karena terjadi pertentangan kepentingan antar kelompok atau antar organisasi.
5.     Konflik antar organisasi, yang timbul sebagai akibat bentuk persaingan ekonomi dalam sistem perekonomian suatu negara. Konflik ini telah mengarahkan timbulnya pengembangan produk baru, teknologi, dan jasa, harga – harga lebih rendah, dan penggunaan sumber daya lebih efisien.



D.  LATAR BELAKANG PENYEBAB TERJADINYA  KONFLIK ANTAR ORGANISASI ATAU KELOMPOK
Konflik organisasi atau kelompok ( organizational conflict ) adalah ketidaksesuaian antara dua atau lebih pihak anggota – anggota atau kelompok – kelompok organisasi yang timbul karena adanya kenyataan bahwa mereka harus membagi sumber daya - sumber daya yang terbatas atau kegiatan – kegiatan kerja dan atau karena kenyataan bahwa mereka mempunyai perbedaan status, tujuan, nilai, atau persepsi.[6]
Untuk dapat menyelesaikan konflik yang terjadi di masyarakat, tentunya harus diketahui penyebab konflik yang terjadi. Dengan mengetahui sebabnya, konflik diharapkan segera bisa diselesaikan.  
Penyebab terjadinya konflik dalam kelompok atau organisasi, yaitu :
1.   Perbedaan individu, yang meliputi perbedaan pendirian dan perasaan
2.   Perbedaan latar belakang kebudayaan sehingga membentuk pribadi-pribadi yang berbeda pula.
3.   Perbedaan kepentingan individu atau kelompok.
4.   Sistem Informasi yang tidak baik. Seperti, Pesan tidak diterima, instruksi diinterpretasikan dengan salah, disampaikan pada waktu yang tidak tepat.
5.   Perubahan - perubahan nilai yang cepat dan mendadak dalam masyarakat, dan Perbedaan pola interaksi yang satu dengan yang lainnya.
Dari Penyebab konflik Kelompok atau Organisasi diatas, kita bisa menyimpulkan bahwa sekecil apapun perpedaan pendapat dalam masyarakat adalah suatu konflik, walaupun konflik ini belum begitu berdampak negatif kepada masyarakat. Namun demikian, jika hal ini tidak kita kelola dengan baik dan benar, tidak menutup kemungkinan perbedaan pendapat bisa berubah menjadi konflik kekerasan. 
Selain itu Collins, seorang ahli sosiologi lebih menekankan bahwa konflik lebih berakar pada masalah individual karena akar toretisnya lebih pada fenomenologis dan etnometodologi. Dia lebih memilih konflik sebagai fokus berdasarkan landasan yang realistik, konflik adalah proses sentral dalam kehidupan sosial. 
secara umum penyebab konflik bisa disederhanakan sebagai berikut.
1.   Konflik Nilai, Kebanyakan konflik terjadi karena perbedaan nilai. Nilai merupakan sesuatu yang menjadi dasar, pedoman, tempat setiap manusia menggantungkan pikiran, perasaan, dan tindakan. Yang termasuk dalam kategori ini adalah konflik yang bersumber pada perbedaan rasa percaya, keyakinan, bahkan ideologi atas apa yang diperebutkan.
2.   Kurangnya Komunikasi, Kita tidak bisa menganggap sepele komunikasi antarmanusia karena konflik bisa terjadi hanya karena dua pihak kurang berkomunikasi. Kegagalan berkomunikasi karena dua pihak tidak dapat menyampaikan pikiran, perasaan, dan tindakan sehingga membuka jurang perbedaan informasi di antara mereka, dan hal semacam ini dapat mengakibatkan terjadinya konflik. 
3.   Kepemimpinan yang Kurang Efektif , Secara politis kepemimpinan yang baik adalah kepemimpinan yang kuat, adil, dan demokratis. Namun demikian, untuk mendapatkan pemimpin yang ideal tidah mudah. Konflik karena kepemimpinan yang tidak efektif ini banyak terjadi pada organisasi atau kehidupan bersama dalam suatu komunitas. Kepemimpinan yang kurang efektif ini mengakibatkan anggota masyarakat “mudah bergerak”. 
4.   Ketidakcocokan Peran, Konflik semacam ini bisa terjadi kapan saja dan di mana saja. Ketidakcocokan peran terjadi karena ada dua pihak yang mempersepsikan secara sangat berbeda tentang peran mereka masing - masing. 
5.   Produktivitas Rendah, Konflik seringkali terjadi karena out put dan out come dari dua belah pihak atau lebih yang saling berhubungan kurang atau tidak mendapatkan keuntungan dari hubungan tersebut. Oleh karenanya muncul prasangka di antara mereka. Kesenjangan ekonomi di antara kelompok masyarakat, termasuk dalam konflik ini.
6.   Perubahan Keseimbangan, Konflik ini terjadi karena ada perubahan keseimbangan dalam suatu masyarakat. Penyebabnya bisa karena faktor alam, maupun faktor sosial. 
7.   Konflik atau Masalah yang Belum Terpecahkan, Banyak pula konflik yang terjadi dalam masyarakat karena masalah terdahulu tidak terselesaikan. Tidak ada proses saling memaafkan dan saling mengampuni sehingga hal tersebut seperti api dalam sekam, yang sewaktu-waktu bisa berkobar. 
Tujuh penyebab konflik di atas adalah penyebab yang sifatnya umum, dan sebenarnya masih bisa diperinci lebih detail lagi. Namun demikian, jika mencermati konflik-konflik yang terjadi khususnya masyarakat Indonesia akhir-akhir ini, bisa merunut, paling tidak ada salah satu penyebab seperti di atas. Dengan mengetahui penyebab terjadinya konflik bisa berharap bahwa konflik akan bisa dikelola, dan diselesaikan dengan baik. 









E.  PROSES KONFLIK
Menurut Stephen P.Robbin, proses konflik dapat dipahami sebagai sebuah proses yang terdiri atas lima tahapan : potensi pertentangan atau ketidakselarasan, kognisi dan personalisasi, maksud, perilaku, dan akibat.
Tahap 1 : Potensi Pertentangan atau Ketidakselarasan
Tahap pertama dalam proses konflik adalah munculnya kondisi - kondisi yang menciptakan peluang bagi pecahnya konflik. Kondisi-kondisi tersebut tidak mesti mengarah langsung ke konflik, tetapi salah satu darinya diperlukan jika konflik hendak muncul. Kondisi-kondisi tersebut ( sebab atau sumber konflik ) dapat dipadatkan ke dalam tiga kategori umum : komunikasi, struktur, dan variabel-variabel pribadi.[7]
Komunikasi, komunikasi dapat menjadi sumber konflik. Komentar dari beberapa individu yang sedang berbicara mempresentasikan dua kekuatan berlawanan yang muncul akibat kesulitan semantik, kesalahpahaman, dan kegaduhan pada saluran komunikasi.[8]
Struktur, istilah struktur digunakan dalam konteks ini untuk mencakup variabel-variabel seperti ukuran, kadar spesialisasi dalam tugas-tugas yang diberikan kepada anggota kelompok, kejelasan yuridiksi, keserasian antara anggota dan tujuan, gaya kepemimpinan, sistem imbalan, dan kadar ketergantungan antarkelompok. Penelitian menunjukkan bahwa ukuran dan spesialisasi bertindak sebagai daya yang merangsang konflik. Semakin besar kelompok dan semakin terspesialisasi kegiatan-kegiatannya, semakin besar pula kemungkinan terjadinya konflik. Masa kerja dan konflik berkorelasi terbalik. Potensi konflik cenderung paling tinggi jika anggota-anggota kelompok lebih muda dan ketika tingkat perputaran karyawan tinggi.[9]
Kelompok-kelompok dalam organisasi memiliki tujuan yang beragam. Beragamnya tujuan di antara kelompok-kelompok ini merupakan salah satu sumber utama konflik. Ada indikasi bahwa gaya kepemimpinan yang melekat dapat meningkatkan potensi konflik, tetapi bukti pendukungnya tidak kuat. Selain itu, terdapat pula indikasi bahwa partisipasi dan konflik sangat berkorelasi karena partisipasi mendorong dipromosikannya perbedaan. Sistem imbalan juga diketahui menciptakan konflik ketika perolehan salah seorang anggota dipandang merugikan anggota lain. Terakhir, jika sebuah kelompok bergantung pada kelompok lain atau saling ketergantungan memungkinkan satu kelompok mendapat hasil sembari merugikan kelompok lain,daya konflik pun akan terangsang.[10]
Variabel-variabel pribadi, meliputi kepribadian, emosi, dan nilai-nilai.[11]
Tahap 2 : Kognisi dan personalisasi
Yaitu tahap dimana isu-isu konflik biasanya didefinisikan dan pada gilirannya akan menentukan jalan panjang menuju akhir penyelesaian konflik. Sebagai contoh, emosi yang negatif dapat menyebabkan peremehan persoalan, menurunnya tingkat kepercayaan dan interpretasi negatif atas perilaku pihak lain. Sebaliknya, perasaan positif dapat meningkatkan kemampuan untuk melihat potensi hubungan diantara elemen-elemen suatu masalah, memandang secara lebih luas suatu situasi dan mengembangkan berbagai solusi yang lebih inovatif. Konflik disyaratkan adanya persepsi dengan kata lain bahwa tidak berarti konflik itu personalisasi. Selanjutnya konflik pada tingkatan perasaan yaitu ketika orang mulai terlibat secara emosional.[12]
Tahap 3 : Maksud
Maksud mengintervensi antara persepsi serta emosi orang dan perilaku luaran mereka. Maksud adalah keputusan untuk bertindak dengan cara tertentu. Banyak konflik bertambah parah semata-mata karena salah satu pihak salah dalam memahami maksud pihak lain. Selain itu, biasanya ada perbedaan yang besar antara maksud dan perilaku, sehingga perilaku tidak selalu mencerminkan secara akurat maksud seseorang. muncul karena salah-satu pihak salah dalam memahami maksud pihak lain. [13]
Dengan menggunakan dua dimensi yaitu pertama, sifat kooperatif (kadar sampai mana salah-satu pihak berusaha memuaskan kepentingan pihak lain). Kedua, sifat tegas (kadar sampai mana salah s atu pihak berupaya memperjuangkan kepentingannya sendiri ). Adapun lima maksud penanganan konflik berhasil diidentifikasikan, yaitu sebagai berikut: bersaing (tegas dan tidak kooperatif), bekerja sama ( tegas dan kooporatif ), menghindar (tidak tegas dan tidak kooperatif), akomodatif ( tidak tegas dan kooperatif ), dan kompromis                 ( tengah - tengah antara tegas dan kooperatif ).
-      Bersaing, hasrat untuk memuaskan kepentingan pribadi seseorang tanpa memedulikan dampaknya terhadap orang lain yang berkonflik dengannya.
-      Bekerja Sama, merupakan suatu situasi di mana pihak-pihak yang berkonflik ingin sepenuhnya memuaskan kepentingan kedua belah pihak.
-      Menghindar, merupakan hasrat untuk menarik diri dari atau menekan sebuah konflik.
-      Akomodatif, kesediaan salah satu pihak yang berkonflik untuk menempatkan kepentingan lawannya di atas kepentingannya sendiri.
-      Kompromis, suatu situasi di mana masing-masing pihak yang berkonflik bersedia mengalah dalam satu atau lain hal.[14]
Tahap 4 : Perilaku
Meliputi pernyataan aksi dan reaksi yang dibuat oleh pihak-pihak yang berkonflik. Dengan demikian dalam konflik dibutuhkan teknik-teknik manajemen konflik sehingga mendorong konflik mencapai tingkat konflik yang diinginkan. Untuk meredakan konflik yang ada, diperlukan untuk mempelajari teknik-teknik manajemen konflik. Manajemen konflik adalah pemanfaatan teknik-teknik resolusi dan dorongan (stimulasi) untuk mencapai tingkat konflik yang diinginkan.[15]


Tabel 1.  Teknik-teknik manajemen konflik[16]
Teknik-teknik penyelesaian konflik
Pemecahan masalah
Pertemuan tatap muka pihak-pihak yang berkonflik untuk mengidentifikasi masalah dan menyelesaikannya melalui diskusi terbuka
Tujuan superordinat
Menetapkan tujuan bersama yang tidak dapat dicapai tanpa kerja sama dari setiap pihak yang berkonflik
Ekspansi sumber daya
Ketika sebuah konflik timbul karena kelangkaan sumber daya (uang,promosi,kesempatan,ruang kantor) ekspansi sumber daya dapat menciptakan solusi yang saling menguntungkan
Penghindaran
Penarikan diri dari, atau penyembunyian, konflik
Memperhalus
Meminimalkan perbedaan sembari menekankan kepentingan bersama di antara pihak-pihak yang berkonflik
Berkompromi
Masih masing-masing pihak yang berkonflik menyerahkan sesuatu yang bernilai
Perintah otoratif
Manajemen menggunakan wewenang formalnya untuk menyelesaikan konflik dan kemudian menyampaikan keinginannya kepada pihak-pihak yang terlibat
Mengubah variabel manusia
Menggunakan teknik-teknik perbuahan perilaku seperti pelatihan hubungan insani untuk mengubah sikap dan perilaku yang menyebabkan konflik
Mengubah variabel struktural
Mengubah struktur organisasi formal dan pola-pola interaksii dari pihak-pihak yang berkonflik melalui rancang ulang pekerjaan, pemindahanm penciptaan posisi koordinasi, dan sebagainya.
Teknik-teknik stimulasi konflik
Komunikasi
Menggunakan pesan-pesan ambigu atau yang sifatnya mengancam untuk menaikkan tingkat konflik
Memasukkan orang luar
Menambahkan karyawan ke suatu kelompok dengan latar belakang, nilai-nilai, sikap, atau gaya manajerialnya berbeda dari anggota-anggota yang ada sekarang
Restrukturisasi organisasi
Menata ulang kelompok-kelompok kerja, mengubah aturan dan ketentuan, meningkatkan kesalingketergantungan, dan membuat perubahan struktural yang diperlukan untuk menggoyang status quo
Membuat kambing hitam
Menunjuk seorang pengkritik untuk secara sengaja mendebat posisi mayoritas yang digenggam oleh kelompok
Sumber : berdasarkan S.P.Robbins, Managing Organizational Conflict:A Nontraditional Approach (upper Saddle River,NJ:Prentice Hall,1974), hal 59-89
Tahap 5 : Akibat
Jalinan aksi reaksi antara pihak yang berkonflik menghasilkan konsekuensi. Akibat atau konsekuensi ini bisa bersifat fungsional, dalam arti konflik tersebut menghasilkan kinerja kelompok, atau juga bersifat disfungsional karena justru menghambat kinerja kelompok.[17]
Akibat Fungsional, menjelaskan bahwa konfik dapat menjadi suatu penggerak yang meningkatkan kinerja kelompok. Konflik bersifat konstruktif ketika hal tersebut memperbaiki kualitas keputusan, merangsang kreativitas dan inovasi, mendorong minat dan keingintahuan di antara anggota-anggota kelompok, menyediakan media atau sarana untuk mengungkapkan masalah dan menurunkan ketegangan, serta menumbuhkan suasana yang mendorong evaluasi diri dan perubahan. Selain itu, heterogenitas antaranggota kelompok dan organisasi dapat meningkatkan kreativitas, memperbaiki kualitas keputusan dan memfasilitasi perubahan dengan cara meningkatkan fleksibilitas anggota.[18]
Akibat Disfungsional, menjelaskan bahwa konflik dapat menghambat kinerja dari sebuah kelompok. Di antara konsekuensi-konsekuensi yang tidak diharapkan tersebut, terdapat lambannya komunikasi, menurunnya kekompakan kelompok, dan subordinasi tujuan kelompok oleh dominasi perselisihan antaranggota. Yang lebih ekstrem, konflik dapat menghentikan kelompok yang sedang berjalan dan secara potensial mengancam kelangsungan hidup kelompok.[19]


F.   MENGELOLA KONFLIK ANTAR KELOMPOK MELALUI PENANGGULANGANNYA
Teknik - Teknik Utama Untuk Memecahkan Konflik Organisasi Ada beberapa cara untuk menangani konflik yaitu :
1.   Introspeksi diri
2.   Mengevaluasi pihak-pihak yang terlibat
3.   Identifikasi sumber konflik
Spiegel (1994) menjelaskan ada lima tindakan yang dapat kita lakukan dalam penanganan konflik :
1.   Berkompetisi
Tindakan ini dilakukan jika kita mencoba memaksakan kepentingan sendiri di atas kepentingan pihak lain. Pilihan tindakan ini bisa sukses dilakukan jika situasi saat itu membutuhkan keputusan yang cepat, kepentingan salah satu pihak lebih utama dan pilihan kita sangat vital. Hanya perlu diperhatikan situasi menang – kalah (win-lose solution) akan terjadi disini. Pihak yang kalah akan merasa dirugikan dan dapat menjadi konflik yang berkepanjangan. Tindakan ini bisa dilakukan dalam hubungan atasan bawahan, dimana atasan menempatkan kepentingannya ( kepentingan organisasi ) di atas kepentingan bawahan.
2.   Menghindari konflik
Tindakan ini dilakukan jika salah satu pihak menghindari dari situsasi
tersebut secara fisik ataupun psikologis. Sifat tindakan ini hanyalah
menunda konflik yang terjadi. Situasi menang kalah terjadi lagi disini.
Menghindari konflik bisa dilakukan jika masing-masing pihak mencoba untuk mendinginkan suasana, mebekukan konflik untuk sementara. Dampak kurang baik bisa terjadi jika pada saat yang kurang tepat konflik meletus kembali, ditambah lagi jika salah satu pihak menjadi stres karena merasa masih memiliki hutang menyelesaikan persoalan tersebut.
3.   Akomodasi
Yaitu jika kita mengalah dan mengorbankan beberapa kepentingan sendiri
agar pihak lain mendapat keuntungan dari situasi konflik itu. Disebut juga
sebagai self sacrifying behaviour. Hal ini dilakukan jika kita merasa bahwa
kepentingan pihak lain lebih utama atau kita ingin tetap menjaga hubungan baik dengan pihak tersebut.
Pertimbangan antara kepentingan pribadi dan hubungan baik menjadi hal
yang utama di sini yaitu :
4.   Kompromi
Tindakan ini dapat dilakukan jika ke dua belah pihak merasa bahwa kedua hal tersebut sama –sama penting dan hubungan baik menjadi yang utama.
Masing-masing pihak akan mengorbankan sebagian kepentingannya untuk mendapatkan situasi menang-menang ( win - win solution ).
5.   Berkolaborasi
Menciptakan situasi menang-menang dengan saling bekerja sama.
Pilihan tindakan ada pada diri kita sendiri dengan konsekuensi dari masing-masing tindakan. Jika terjadi konflik pada lingkungan kerja, kepentingan dan hubungan antar pribadi menjadai hal yang harus kita pertimbangkan.


G.  AKIBAT KONFLIK
Dibawah ini akibat-akibat yang disebabkan oleh konflik, ada akibat positif dan akibat negatif.
Akibat Positif :
1.     Akan meningkatkan kreativitas dan akan meningkatkan semangat kerja
2.     Pengambilan keputusan akan lebih baik
3.     Berusaha untuk mencari pendekatan baru
4.     Memperjelas pandangan masing - masing
Akibat Negatif :
1.     Menimbulkan kecemasan pada diri individu
2.     Meningkatkan ketegangan dalam berhubungan dengan individu lain
3.     Akan timbul rasa tidak percaya dan curiga
4.     Individu cenderung hanya memperhatikan kebutuhan pribadi\
5.     Adanya penolakan dalam bekerjasama

















BAB III
PENUTUP


Konflik tidak selamanya berakibat negatif bagi masyarakat. Jika bisa dikelola dengan baik, konflik justru bisa menghasilkan hal-hal yang positif. Misalnya, sebagai pemicu perubahan dalam masyarakat, memperbarui kualitas keputusan, menciptakan inovasi dan kreativitas, sebagai sarana evaluasi, dan lain sebagainya. Namun demikian, tidak menutup kemungkinan bahwa jika konflik tidak dikelola dengan baik dan benar, maka akan menimbulkan dampak negatif dan merugikan bagi masyarakat. 
Sebagai sebuah catatan bahwa dalam upaya menyelesaikan konflik haruslah dipahami betul kompleksitas serta kerumitan konflik yang dihadapi. Semua harus sadar bahwa setiap konflik memiliki kompleksitas masing-masing sehingga tidak bisa begitu saja mengaplikasikan sebuah teori untuk menyelesaikannya. Semua juga harus ingat bahwa selain teori-teori resolusi konflik yang ada, sebenarnya masyarakat juga memiliki budaya sendiri dalam menyelesaikan masalahnya. Namun demikian, penyelesaian konflik sering melupakan adat dan budaya lokal tersebut. Untuk itulah penting untuk menggali 
kembali kekayaan budaya sendiri.











REFERENSI
Alo Liliweri, 2005, Prasangka dan Konflik: Komunikasi Lintas Budaya Masyarakat Multikultur, Yogyakarta : LKiS
AS Munandar, 1987, Manajemen Konflik dalam Organisasi , Pengendalian Konflik dalam Organisasi, Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, Jakarta
Collins Patricia, 1990 “Conflict Theory and the Advance of Macro Historical Sociology”, in. G. Ritzer, Fronties of Social Theory: The new Sintheses, New York: Coloumbia University Press
Dahrendorf, 1998,  dalam Sosiologi Ilmu Pengetahuan Berparadigma Ganada, Jakarta: Rajawali Press
Geoge Ritzer dan Douglas J Goodman, 2004, Teori Sosiologi Modern, Jakarta: Prenada Media
Handoko T. Hani, 2003, Manajemen edisi 2, Yogyakarta : BPFE – Yogyakarta
Sutaryo, 2000 Sosiologi Komunikasi, Modul UT , Jakarta: Depdiknas
Simon Fisher, 2001, Mengelola Konflik: ketrampilan dan Strategi Untuk Bertindak, Jakarta: The British Council
Soekanto  Soerjono, 1998, Sosiologi Sautu Pengantar, Jakarta: Rajawali Press
Thoha Miftah, 1993, Kepemimpinan dalam Manajemen, Jakarta : PT.Raja Grafindo Persada,


[2] Judge, Timothy A dan Stephen P.Robbins, Perilaku Organisasi,2006,hal 546
[3] ibid
[4] ibid
[5] Judge, Timothy A dan Stephen P.Robbins, Perilaku Organisasi,2006,hal 548
[6] T Hani Handoko, Manajenmen Edisi 2, hlm. 346
[7] Judge, Timothy A dan Stephen P.Robbins, Perilaku Organisasi,2006,hal 548
[8] Judge, Timothy A dan Stephen P.Robbins, Perilaku Organisasi,2006,hal 548
[9] Judge, Timothy A dan Stephen P.Robbins, Perilaku Organisasi,2006,hal 549
[10] Judge, Timothy A dan Stephen P.Robbins, Perilaku Organisasi,2006,hal 550-551
[11] Judge, Timothy A dan Stephen P.Robbins, Perilaku Organisasi,2006,hal 551-552
[12] Judge, Timothy A dan Stephen P.Robbins, Perilaku Organisasi,2006,hal 552-553
[13] Judge, Timothy A dan Stephen P.Robbins, Perilaku Organisasi,2006,hal 553
[14] Judge, Timothy A dan Stephen P.Robbins, Perilaku Organisasi,2006,hal 553-555
[15] Judge, Timothy A dan Stephen P.Robbins, Perilaku Organisasi,2006,hal 555-556
[16] Judge, Timothy A dan Stephen P.Robbins, Perilaku Organisasi,2006,hal 557
[17] Judge, Timothy A dan Stephen P.Robbins, Perilaku Organisasi,2006,hal 557
[18] idem
[19] Judge, Timothy A dan Stephen P.Robbins, Perilaku Organisasi,2006,hal 559-560

Tidak ada komentar:

Posting Komentar