Kamis, 20 Februari 2014

PEREKONOMIAN INDONESIA PADA SAAT PEMERINTAHAN GOTONG ROYONG



BAB I
PENDAHULUAN
A.  Latar Belakang
Dalam sejarah perekonomian indonesia terdapat beberapa kali pergantian pemerintahan. Yaitu, pemerintahan orde lama, pemerintahan orde baru, transisi, reformasi, dan gotong royong.
Pada masa orde lama, kinerja perekonomian indonesia sangat buruk. Produksi nasional disemua sektor mengalami stagnasi, ekspor nonmigas sama sekali tidak berkembang, infrastruktur fisik hancur, tingkat inflasi sangat tinggi mencapai lebih dari lima ratus persen.
Namun demikian, kehebatan ekonomi indonesia yang dicapai oleh pemerintahan Soeharto pada tingkat makro tersebut tidak tanpa masalah yang akhirnya membuat Indonesia terjerumus ke dalam krisis ekonomi menjelang akhir tahun 1997.
Perbaikan ekonomi Indonesia setelah dilanda krisis besar tersebut mulai kelihatan sejak tahun 2000 dengan pertumbuhan Produk Domestik Bruto ( PDB ) yang kembali positif dengan laju yang mulai menanjak. Namun demikian, masih banyak permasalah perekonomian Indonesia yang perlu dicari jalan keluarnya hingga saat ini.
B.  Rumusan Masalah
·     Apa yang dimaksud dengan gotong royong
·     Bagaimana sejarah terbentuknya kabinet gotong royong
·     Bagaimana keadaan perekonomian kabinet gotong royong
C.  Tujuan
·     Mengetahui pengertian gotong royong.
·     Mengetahui sejarah kabinet gotong royong.
·     Mengetahui keadaan perekonomian kabinet gotong royong
BAB II
PEMBAHASAN
A.  Pengertian Gotong Royong
            Gotong royong adalah suatu kegiatan yang dilakukan secara bersama-sama dan bersifat suka rela agar kegiatan yang dikerjakan dapat berjalan dengan lancar, mudah dan ringan.
            Selain itu gotong royong juga merupakan suatu istilah asli Indonesia yang berarti bekerja bersama - sama untuk mencapai suatu hasil yang didambakan. Bersama - sama dengan musyawarahpantunPancasilahukum, adat , ketuhanan,  dan  kekeluargaan, gotong royong menjadi dasar Filsafat Indonesia seperti yang dikemukakan oleh M. Nasroen.
B.  Sejarah Kabinet Gotong Royong
Pada pertengahan tahun 1999 dilakukan pemilihan umum, yang akhirnya dimenangkan oleh Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P). Partai Golkar mendapat posisi kedua, yang sebenarnya cukup mengejutkan banyak kalangan di masyarakat. Bulan Oktober 1999 dilakukan SU MPR dan pemilihan presiden diselenggarakan pada tanggal 20 oktober 1999. KH Abdurachman Wahid atau yang dikenal dengan sebutan Gus Dur terpilih sebagai preside RI keempat dan Megawati Soekarno Putri sebagai wakil presiden.
Pada awal pemerintahan reformasi yang dipimpin oleh presiden Wahid, masyarakat umum dan kalangan pengusaha dan investor, termasuk investor asing menaruh pengharapan besar terhadap kemampuan dan kesungguhan Gus Dur untuk membangkitkan kembali perekonomian nasional dan menuntaskan semua permasalahan yang ada didalam negeri. Akan tetapi ketenangan masyarakat setelah Gus Dur terpilih sebagai presiden tidak berlangsung lama. Gus Dur mulau menunjukkan sikap dan mengeluarkan ucapan – ucapan yang kontroversial yang membingungkan pelaku – pelaku bisnis. Gus Dur cenderung bersikap diktator dan praktik KKN dan dilingkungannya semakin intensif, bukannya semakin berkurang yang merupakan salah satu tujuan daripada gerakan reformasi. Karena banyaknya permasalahan ekonomi yang muncul maka pada Maret 2001 istana presiden dikepung para demonstran yang menuntut presiden Gus Dur mundur.
            Setelah presiden wahid turun, Megawati menjadi presiden Indonesia yang kelima. Kabinet yang dipimpinnya berlandaskan prinsip Gotong Royong dan  dilantik pada tahun 2001 dan masa baktinya berakhir pada tahun 2004.
            Pemberian nama Kabinet Gotong royong merupakan gambaran bahwa pemerintahan saat itu dijalankan secara kolektif dengan merangkul berbagai kekuatan politik untuk bekerjasama dengan semangat kebersamaan[1]. Selain itu  kata gotong royong dipilih untuk merekonsiliasi atau mempersatukan bangsa Indonesia dalam semangat membangun kembali. kabinet gotong royong melakukan terobosan dimana masyarakat bergerak sendiri ( gerakan dari bawah )  dimana masyakat mengenal ada suatu usaha yang perlu dilakukan untuk mencapai  kesejahteraan bersama dan mereka melakukan gerakan grass - root secara sukarela.
            Dan hal yang paling utama adalah gotong royong menjadi jembatan untuk mewujudkan kelima sila pancasila dalam kehidupan berbangsa, beregara dan eksistensi dalam pergaulan internasional. Sebagaimana kata Bung Karno dalam pidatonya tentang Pancasila 1 Juni 1945“…dan diatas kelima dasar itulah kita mendirikan negara Indonesia, kekal dan abadi…itulah jalan untuk meraih keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
C.  Keadaan Perekonomian Pada Masa Kabinet Gotong Royong
Pemerintahan Megawati mewarisi kondisi perekonomian Indonesia yang jauh lebih buruk daripada masa pemerintahan Gusdur. Inflasi yang dihadapi Kabinet Gotong Royong pimpinan Megawati juga sangat berat. Rendahnya pertumbuhan ekonomi Indonesia pada masa pemerintahan Megawati disebabkan antara lain masih kurang berkembangnya investor swasta, baik dalam negeri mauoun swasta. Melihat indikator lainnya, yakni nilai tukar rupiah, memang kondisi perekonomian Indonesia pada pemerintahan Megawati lebih baik. Namun tahun 1999 IHSG cenderung menurun, ini disebabkan kurang menariknya perekonomian Indonesia bagi investor, kedua disebabkanoleh tingginya suku bunga deposito.[2] Sementara itu inflasi yang dihadapi kabinet gotong royong pimpinan Megawati juga sangat berat. Menurut BPS, inflasi tahunan pada awal pemerintahan Wahid hanya sekitar 2%, sedangkan pada awal pemerintahan Megawati tingkat inflasi sudah mencapai 7,7%. Bahkan laju inflasi tahunan selama periode juli 2000 - juli 2001 sudah mencapai 13,5%.

Inflasi Tahun 2004 Dipatok 6,5% [Jakarta-PSB/5 Januari 2004]. Panitia Anggaran Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) sepakat memperkirakan inflasi 2004 sebesar 6,5%. Angka itu turun dari angka inflasi 7% yang diajukan pemerintah dalam nota keuangan, Agustus 2003.

            ‘’Dengan inflasi yang rendah, diharapkan suku bunga Sertifikat Bank Indonesia (SBI) juga akan terus menurun, berakibat bunga kredit juga menurun,’’ kata Sugeng Waluya, anggota Panitia Anggaran, saat membacakan hasil keputusan rapat Panitia Kerja Fiskal dan Moneter di gedung parlemen, Kamis (6/11).
            Walau demikian, kurs rupiah dan tingkat suku bunga SBI perlu diberi ruang terhadap resiko fiskal yang mungkin terjadi pada 2004. Pasalnya, Indonesia menghadapi Pemilihan Umum (Pemilu) dan tidak terikat lagi dengan program Dana Moneter Internasional (IMF).  Komentar Menteri Keuangan? ‘’Sangat realistis,’’ kata Boediono. Menurutnya, sangat masuk akal jika inflasi 2004 ditargetkan 6,5% dengan melihat laju inflasi tahun 2003.  Boediono juga optimis, laju inflasi 2003 mencapai di bawah 6%. ‘’Pemilu tidak akan mengganggu laju inflasi, walau diperkirakan tingkat konsumsi meningkat. Tergantung arus barangnya juga,’’ katanya.
            Sebelumnya, Deputi Bidang Inflasi Badan Pusat Statistik Ali Rosidin dalam konfrensi pers, Jumat siang (2/01) menyampaikan, inflasi Indonesia pada 2003 berada di nilai terendah, jika dilihat dari data dari 1989 - 2003.
            Dari data BPS, inflasi Indonesia pada 1999 adalah 2,01%, sedangkan 2000, 9,35 %. Pada 2001, meningkat menjadi 12,55 %, lalu menurun pada 2002 menjadi 10,03 %. Dan pada 2003 ini, inflasi Indonesia, 5,06 %.
            Nilai inflasi Indonesia pada lima tahun belakangan ini sangat jauh berbeda bila dibandingkan dengan inflasi pada tahun-tahun sebelumnya. Contohnya saja pada tahun 1998, saat Indonesia mengalami krisis moneter, inflasi Indonesia mencapai 77,63 %. Panitia Kerja yang merampungkan pembahasan selama Oktober 2003, juga menyepakati pertumbuhan ekonomi dipatok sebesar 4,8 % dengan nilai tukar rupiah Rp. 8.600 per dolar Amerika Serikat, tingkat bunga SBI 8,5 %. ‘’Harga minyak sebesar US$ 22 per barel dengan produksi per hari sebesar 1.150 juta barel. Produk Domestik Bruto sebesar 1.999,6 triliun,’’ kata Sugeng.
            Dewan juga menetapkan pendapatan negara dan hibah 2004 sebesar Rp 349,9 triliun yang diperoleh dari penerimaan pajak sebesar Rp 272,17 triliun dan penerimaan bukan pajak Rp 77,12 triliun. Selain itu, DPR juga memberi keleluasaan kepada pemerintah untuk menerbitkan obligasi dalam dan luar negeri. Tahun depan, pemerintah mengajukan penerbitan obligasi luar negeri senilai US$ 400 juta dan obligasi dalam negeri senilai Rp 28 triliun. Dari asumsi dasar RAPBN 2004, diperkirakan defisit anggaran 2004 mencapai Rp 23,032 triliun atau 1,2 % Produk Domestik Bruto. [ti/dz]
Keadaan perekonomian Indonesia pada masa kabinet gotong royong dapat terlihat melalui tabel dibawah.
Tabel 1
Perkembangan Beberapa Indikator Ekonomi Indonesia
Sejak Krisis 1998
Indikator
1998
1999
2000
2001
2002
2003
2004
2005
2006
2007
Pertumbuhan PDB riil (%)
-13,1
0,8
4,9
3,8
4,3
4,9
5,1
5,7
5,5
6,3
PDB nominal (miliar US$)
96
140
166
164
200
239
258
287
364
433
PDB per kapita ( US$)
977
694
742
697
948
1117
1191
1308
1641
1925
Pertumbuhan ekspor (%)
-8,6
-0,4
27,7
-9,3
5,0
8,4
12,0
19,7
17,7
13,2
Pertumbuhan impor (%)
-34,4
-12,2
39,6
-7,6
15,1
10,9
27,8
24,0
5,8
22,0
Neraca perdagangan (miliar US$)
21,5
24,7
28,6
25,4
23,5
24,6
21,2
28,0
39,7
39,6
Transaksi berjalan (% PDB)
4,3
4,1
4,8
4,2
3,9
3,4
1,1
0,1
3,0
2,5
*prediksi
Sumber: Citigroup, Tulus T.H.Tambunan. 2009. perekonomian Indonesia. Hlm 35
Berdasarkan tabel diatas,  dapat kita  simpulkan bahwa dalam era Megawati kinerja ekonomi Indonesia menunjukkan perbaikan, paling tidak dilihat dari laju pertumbuhan PDB. Seperti yang ditunjukkan di tabel 1, pada tahun 2002 PDB Indonesia tumbuh 4,3% dibandingkan 3,8% pada tahun sebelumnya, dan kemajuan ini berlangsung terus hingga akhir periode Megawati yang mencapai 5,1%. PDB nominal meningkat dari 164 miliar dolar AS tahun 2001 menjadi 258 miliar dolar AS tahun 2004; demikian juga pendapatan perkapita meningkat dengan presentase yang cukup besar dari 697 dolar AS ke 1.191 dolar AS selama periode Megawati. Kinerja ekspor juga membaik dengan pertumbuhan 5%  tahun 2002 dibandingkan -9,3% tahun 2001, dan terus naik hingga mencapai 12%  tahun 2004. Kinerja impor juga ikut membaik dengan pertumbuhan 15,1% tahun 2002 dibandingkan -7,6% tahun 2001, dan terus naik hingga mencapai 27,8% tahun 2004. Namun demikian neraca perdagangan (NP), yakni saldo ekspor (X) – impor (M) barang, maupun transaksi berjalan (TB), sebagai presentase dari PDB, mengalami penurunan..
IHSG juga cenderung menurun sejak 1999, yang bisa mencerminkan dua hal. Dalam hal perbankan, dapat dikatakan bahwa sektor perbankan merupakan faktor penghambat terbesar terhadap proses pemulihan ekonomi Indonesia sejak krisis tahun 1997, termasuk pada masa pemerintahan Gotong Royong.  Berdasarkan survei yang dilakukan oleh lembaga Political and Economic Risk Consultancy Ltd. (PERC) terhadap perbankan di 14 negara di Asia Pasifik tahun 2002 (yang di publikasikan awal Mei 2002), perbankan Indonesia berada di urutan terendah dalam hal standar dan kualitas dengan indeks 2,06; sedangkan teratas adalah AS dengan indeks 9,3.
      Rendahnya pertumbuhan ekonomi dikarenakan masih kurang berkembangnya investasi terutama disebabkan oleh masih tidak stabilnya kondisi sosial politik dalam negeri.


BAB III
PENUTUP
A.  Simpulan
·       Gotong royong adalah suatu kegiatan yang dilakukan secara bersama-sama dan bersifat suka rela agar kegiatan yang dikerjakan dapat berjalan dengan lancar, mudah dan ringan. 
·       Megawati menjadi presiden Indonesia yang kelima. Kabinet yang dipimpinnya berlandaskan prinsip Gotong Royong dan  dilantik pada tahun 2001 dan masa baktinya berakhir pada tahun 2004.
·       Di bidang ekonomi masalah pokok di awal masa tugas Kabinet adalah inflasi dan besarnya hutang pemerintah dan belum tuntasnya upaya penyehatan perbankan nasional. Hal ini berdampak pada meluasnya pengangguran dan menurunnya tingkat pendapatan maupun daya beli masyarakat. Pelemahan juga terjadi pada kegiatan investasi karena kurangnya dukungan prasarana, gangguan ketertiban dan keamanan serta ketidakpastian kebijakan hukum.
·       Kabinet Gotong Royong adalah kabinet pemerintahan Presiden RI kelima Megawati Sukarnoputri (2001-2004). Kabinet ini dilantik pada tahun 2001 dan masa baktinya berakhir pada tahun 2004. Pemerintahan Megawati mewarisi kondisi perekonomian Indonesia yang jauh lebih buruk daripada pemerintahan Gus Dur. Keterpurukan kondisi ekonomi yang ditinggal 
Wahid kian terasa jika dilihat dari perkembangan indikator ekonomi lainnya, sepeti tingkat suku bunga, inflasi, saldo neraca pembayaran, dan defisit APBN. Inflasi yang dihadapi Kabinet Gotong Royong pimpinan Megawati juga sangat berat. Menurut data BPS, inflasi tahunan pada awal pemerintahan Wahid hanya sekitar 2%, sedangkan pada awal pemerintahan Megawati, atau periode januari-juli 2001 tingkat inflasi sudah mencapai 7,7%. Bahkan laju inflasi tahunan selama periode Juli 2000-juli 2001 sudah mencapai 13,5%.
Namun demikian, dalam era Megawati kinerja ekonomi Indonesia menunjukkan perbaikan, paling tidak dilihat dari laju pertumbuhan PDB. Pada tahun 2002 PDB Indonesia tumbuh 4,3% dibandingkan 3,8% pada tahun sebelumnya, dan kemajuan ini berlangsung terus hingga akhir periode Megawati yang mencapai 5,1%.
DAFTAR PUSTAKA
Faisal, Bahri. 2002. Perekonomian Indonesia. Penerbit : ERLANGGA
Suroso P.G. 1994. Perekonomian Indonesia, Buku Panduan Mahasiswa. Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama
Tambunan, Tulus. 1996. Perekonomian Indonesia. Bogor : GHALIA INDONESIA
Tambunan, Tulus. 2009. Perekonomian Indonesia. Bogor : GHALIA INDONESIA
Neraca pembayaran merupakan suatu ikhtisar yang meringkas transaksi-transaksi antara penduduk suatu negara dengan penduduk negara lain selama jangka waktu tertentu (biasanya satu tahun). Neraca pembayaran mencakup pembelian dan penjualan barang dan jasa, hibah dari individu dan pemerintah asing, dan transaksi finansial. Umumnya neraca pembayaran terbagi atas neraca transaksi berjalan dan neraca lalu lintas modal dan finansial, dan item-item finansial.
Transaksi dalam neraca pembayaran dapat dibedakan dalam dua macam transaksi.
1.    Transaksi debit, yaitu transaksi yang menyebabkan mengalirnya arus uang (devisa) dari dalam negeri ke luar negeri. Transaksi ini disebut transaksi negatif (-), yaitu transaksi yang menyebabkan berkurangnya posisi cadangan devisa.
2.    Transaksi kredit adalah transaksi yang menyebabkan mengalirnya arus uang (devisa) dari luar negeri ke dalam negeri. Transaksi ini disebut juga transaksi positif (+), yaitu transaksi yang menyebabkan bertambahnya posisi cadangan devisa negara.