PEMBELANJAAN RISIKO
Di
ajukan untuk memenuhi salah satu tugas
kelompok
Pada
Mata Kuliah Manajemen Risiko
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pada pembahasan materi sebelumnya telah dibahas metode
pengendalian risiko yang berupa mengurangi kerugian potensialdan mengusahakan
agar kerugian – kerugian itu dapat lebih diramalkan.
Pada pembahasan, akan dijelaskan pembelanjaan (
pembiayaan ) yang berhubungan dengan cara – cara pengadaan dana untuk
memulihkan kerugian. Cara ini terdiri dari :
1. Risk Financing Transfer (
pemindahan risiko disertai dengan pembiayaan )
2. Risk Retention ( risiko
ditangani sendiri oleh perusahaan yang bersangkutan )
B.
Tujuan
§ Memenuhi
salah satu tugas kelompok pada mata kuliah Manajemen Risiko
§ Mengetahui
lebih dalam mengenai pembelanjaan risiko
BAB
II
PEMBAHASAN
A. Risk Financing Transfer
Pemindahan risiko dapat
digolongkan dalam dua cara pengendalian risiko dan risk financing. Pemindahan
risiko melalui cara pengendalian risiko, tidak memerlukan pengerahan dana
karena dijalankan dengan :
1. Memindahkan harta atau kegiatan yang
bersangkutan kepada pihak lain.
2. Memindahkan tanggung jawab
kepada transferee dengan maksud menghilangkan atau mengurangi tanggung jawab transferor
terhadap kerugian yang bersangkutan.
3. Menganggap kerugian yang
bersangkutan dipikul pihak lain.
Memindahkan risiko melalui risk financing transfer dapat
dilakukan dengan 2 cara berikut :
1. Transfer risiko kepada
perusahaan asuransi ( sinsurance transfer ).
Asuransi adalah salah satu cara
dalam menghadapi risiko, dengan men-transfer risiko ke perusahaan asuransi,
dengan membayar premi yang jauh lebih kecil atau minim bila dibandingkan dengan risiko
kerugian finansial bila terjadi musibah. Asuransi adalah 1 Pilar
Utama dalam merencanakan keuangan masa depan. Jadi bila Anda menata dan
merencanakan masa depan, jangan lupa ber-asuransi dengan "smart" dan
"wise".
2. Transfer risiko kepada
perusahaan lain yang bukan perusahaan asuransi ( nonisurance transfer ).
Kebanyakan pemindahan
risiko kepada pihak non asuransi ini dilakukan melalui kontrak – kontrak bisnis biasa, dan melalui kontrak khusus untuk pemindahan risiko. Banyak isi kontrak ini
berkenaan dengan pemindahan tanggung
jawab keuangan atas:
1. Harta
2. Kerugian atas net income
3. Kerugian personil
4. Tanggung-gugat ( liabilities
) kepada pihak ke tiga
Pemindahan ini dapat dibeda – bedakan berdasarkan
tanggung jawab yang dipindahkan. Noninsurance
transfer ini mempunyai beberapa
keterbatasan yang harus diperhatikan oleh manajer risiko.
1. Kontrak itu mungkin hanya
memindahkan sebagian risiko daripada risiko yang menurut pendapat manajer telah
dipindahkan kepada pihak luar. Oleh karena itu manajer harus mempelajari isi
kontak itu dengan hati – hati.
2. Bahasa yang tertulis
didalamnya adalah bahasa “Hukum” yang sangat sukar dipahami, karena itu bisa
salah mengerti.
3. Surat kontrak bisa dibatalkan
oleh pengadilan, jika isinya bertentangan dengan undang – undang atau peraturan
pemerintah atau tidak wajar bagi transferee.
Contoh nonisurance risk financing transfer
1.
Melalui suatu
perjanjian leasing, lessor bisa memindahkan kepada penyewa tanggung jawab
keuangan untuk kerusakan harta atau kecelakaan badan bagi pihak ketiga. Sebelum
di tanda tangani perjanjian itu, tanggung jawab seperti itu ada pada lessor.
2.
Melalui suatu
perjanjian leasing, lesse ( penyewa ) juga bisa menggeserkan kerugian potensialnya
kepada lessor, tergantung atas bagaimana bunyi perjanjian itu.
3.
Pemindahan risiko
juga terjadi pada kontrak pengiriman barang, kontrak penyimpanan barang,
kontrak pembuatan suatu bangunan dan sebagainya, dimana dalam kontak
dicantumkan adanya pembayaran premi risiko.
4.
Surety bond, dalam kontrak yang
disebut surety bond terlibat 3 pihak, yaitu pihak survey ( penjamin ), pihak obligee ( yang
dijamin ), dan pihak principal.
5.
Nautralization, merupakan proses
menyeimbangkan kans kerugian atas kans keuntungan. Contohnya yang paling
populer dalam dunia perdagangan adalah “hedging”
B. Menanggung Sendiri
Risiko (Risk Retention)
Metode yang paling umum
penangan risiko ialah penanggungan sendiri oleh perusahaan yang bersangkutan.
Sumber dananya diusahakan oleh perusahaan yang bersangkutan. Penanggungan
sendiri ini bisa bersifat pasif atau tidak direncanakan ( unplanned
retention ) bisa bersifat aktif atau direncanakan ( planned retention ). Dikatakan pasif atau
tidak terencana, bila manajer risiko tidak memperhatikan tentang adanya
eksposure dan karena itu tidak melakuka usaha apa pun untuk menanganinya.
Sedikit
sekali perusahaan yang telah
mengidentifikasikan semua exposure terhadap kerugian harta benda, kerugian
tanggung-gugat dan kerugian personil. Sebagai akibatnya, penanggungan risiko
yang tidak terencana ini, merupakan hal yang umum dijumpai bahkan tak
terelakan.
Pada
keadaan lain dijumpai pula, bahwa manejer risiko mengawas terhadap exposures,
tetapi terus-menerus menunda mengambil keputusan tentang bagaimana
menanganinya.
Unplanned
retention secara kebetulan bisa merupakan pendekatan yang terbaik bagi suatu
exposure tertentu, tetapi tidak pernah merupakan cara rasional.
Retention
disebut aktif, bila manajer mempertimbangkan metode – metode lain untuk menangani
risiko dan kemudian memutuskan secara sadar untuk tidak memindahkan kerugian
potensial itu.
Adapun alasan perusahaan melakukan retention
Jika dikaji lebih
lanjut, alasan perusahaan melakukan retention dapat digolongkan kedalam salah
satu kategori berikut :
1. Keharusan, karena tidak
tersedia alternatif lain.
2. Biaya
3. Kerugian-harapan
4. Opportunity cost
5. Kualitas pertanggungan
6. Pajak
BAB III
PENUTUP
A.
Simpulan
·
Logical fallacy
atau sesat-pikir logis adalah suatu komponen dalam argumen, muncul dalam
statement klaim yang mengacaukan logika.
· Kesalahan logis yang dalam
bahasa Inggrisnya di sebut fallacy atau
drogreden dalam bahasa Belanda,
bukanlah kesalahan dalam fakta.
·
Kesesatan berfikir dibagi tiga yaitu; kesesatan
formal,informal, dan bahasa.
DAFTAR PUSTAKA
Darmawi Herman. 2004. Manajemen Risiko. Jakarta: Bumi Aksara
Tidak ada komentar:
Posting Komentar