MAKALAH
PERADABAN DAN PEMIKIRAN EKONOMI MASA UMAYYAH (TIMUR) HINGGA ABBASIYAH
Diajukan untuk memenuhi tugas individu
Pada Peradaba Pemikiran Ekonomi Islam
Di
susun Oleh :
Dais
Agustina
(
1128020012 )
JURUSAN MANAJEMEN
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN GUNUNG DJATI
BANDUNG
2013
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Persoalan ekonomi manusia sebenarnya telah tumbuh berkembang
bersamaan dengan umur manusia di planet bumi ini, demikian juga upaya untuk
memecahkannya, tidak hanya untuk mempertemukan kedua tujuan itu, tetapi membuat
kehidupan lebih nyaman dan mendorong kekuatan mereka terwujud berdasarkan visi
mereka. Apa yang dikonsumsi, bagaimana memproduksi, dan bagaimana
mendistribusikan . Persoalan-persoalan ini tetap menjadi isu utama selama
perjuangan manusia di sepanjang kehidupannya, baik yang terekam oleh sejarah
maupun tidak.
Sejarah tak ubahnya kacamata masa lalu yang menjadi pijakan dan langkah
setiap insan di masa mendatang. Hal ini berlaku pula bagi kita para mahasiswa
UIN Sunan Gunung Djati Bandung untuk tidak hanya sekedar paham sains tapi juga
paham akan sejarah peradaban Islam di masa lalu untuk menganalisa dan mengambil
ibrah dari setiap peristiwa yang pernah terjadi. Seperti yang kita ketahui
setelah tumbangnya kepemimpinan masa khulafaurrasyidin maka berganti pula sistem
pemerintahan Islam pada masa itu menjadi masa daulah, dan dalam makalah ini
akan disajikan sedikit tentang masa daulah Umayyah (timur) dan Abbasiyah yang
menitik beratkan pada pemikiran-pemikiran ekonominya.
B. Rumusan Masalah
1.
Bagaimana peradaban Islam pada masa
Umayyah Timur ?
2.
Bagaimana
pemikiran ekonomi maasa Bani Umayyah ?
3.
Apa saja keutamaan dan sisi negatif Bani Umayyah (Timur) ?
4.
Bagaimana runtuhnya Dinasti Umayyah ?
5.
Bagaimana peradaban Islam pada Masa
Abbasiyah ?
6.
Apa saja pemikiran ekonomi masa Bani
Abbasiyah ?
7.
Bagaimana proses kemerosotan ekonomi
Abbasiyah ?
8.
Bagaimana proses keruntuhan Bani
Abbasiyah ?
9.
Bagaimana prinsip-prinsip dasar
sistem ekonomi Islam ?
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk
mengetahui peradaban Islam pada masa Umayyah Timur.
2. Untuk
mengetahui pemikiran
ekonomi maasa Bani Umayyah.
3. Untuk
mengetahui keutamaan dan sisi negatif
Bani Umayyah (Timur).
4. Untuk
mengetahui runtuhnya Dinasti
Umayyah.
5. Untuk
mengetahui peradaban Islam pada Masa Abbasiyah.
6. Apa saja
pemikiran ekonomi masa Bani Abbasiyah ?
7. Bagaimana
proses kemerosotan ekonomi Abbasiyah ?
8. Bagaimana
proses keruntuhan Bani Abbasiyah ?
9. Bagaimana
prinsip-prinsip dasar sistem ekonomi Islam ?
D. Metode Penulisan
Metode penulisan yang
penulis lakukan dalam pembuatan makalah ini adalah dengan menggunakan kajian
pustaka, yaitu mengambil bahan - bahan kajian dari beberapa literatur –
literatur, serta sumber dari internet yang dianggap cocok dan mempunyai kaitan
dengan Peradaban dan Pemikiran Ekonomi Masa Umayyah (timur)
Hingga Abbasiyah.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Peradaban Islam Pada Masa Umayyah Timur
Pemerintahan dinasti Umayyah bermula pada peristiwa kekalahan Ali bin Abi
Thalib dalam perang shiffin terhadap Muawiyyah yang di dalamnya juga diwarnai
dengan peristiwa arbitrase atau tahkim yang kemudian peristiwa
itu diketahui merupakan tipu muslihat dari kubu Mu’awiyah. Peristiwa arbitrase
tersebut memunculkan golongan Khawarij yang awalnya berada di pihak Ali
kemudian menyatakan keluar karena kekecewaan mereka terhadap putusan Ali yang
menerima tahkim dari Muawiyyah. Munculnya kelompok Khawarij ini
menyebabkan tentara Ali semakin melemah, sementara posisi Muawiyyah semakin
kokoh. Akhirnya, pada tanggal 20 Ramadhan 40 H (660 M) Ali terbunuh oleh salah
seorang anggota Khawarij.
Jabatan Ali sebagai khalifah sempat digantikan oleh putranya, Hasan selama
beberapa bulan. Namun, posisi Hasan yang melemah akhirnya disepakatilah sebuah
traktat perdamaian yang menandai kembalinya persatuan umat Islam dibawah
pimpinan Mua’wiyyah bin Abu Sufyan. Dengan demikian, berakhirlah apa yang
disebut masa al khulafa ar-Rasyidin, dan dimulailah kekuasaan Bani
Umayyah dalam sejarah politik Islam.
Muawiyyah dinobatkan sebagai khalifah di
Ilya’ (Yerussalem) pada 40 H/660 M.[1][3] Dengan penobatannya itu, ibu kota
provinsi Suriah, Damaskus, berubah menjadi ibu kota kerajaan Islam. Muawiyyah
memperoleh kekuasaan, kecuali di Syiria dan Mesir, dia memerintah semata-mata
dengan pedang. Di dalam dirinya digabungkan sifat-sifat penguasa, politikus,
dan administrator. Muawiyyah adalah seorang peneliti sifat manusia yang tekun
dan memperoleh wawasan yang tajam tentang pikiran manusia. Dia berhasil
memanfaatkan para pemimpin administrator dan politikus paling ahli pada waktu
itu, ia merupakan ahli orator ulung.
Daulah Umawiyah Timur merupakan fase ketiga
kekuasaan Islam yang kurang lebih
satu Abad. fase ini bukan saja menunjukkan perubahan system kekuasaan
islam dari masa sebelumnya, melainkan juga perubahan lain lain dibidang
Peradaban dan Sosial. Dinasti Umawiyah dalam
keberhasilannya melakukan Ekspansi kekuasaan Islam jauh lebih besar dari pada Imperium Roma pada masa puncak
kebesaarannya.
Pada awal
masa kelahiran Bani Umayyah, banyak terjadi gejolak dalam kubu umat islam
sendiri dalam perebutan kekuasaan, sehingga umat islam pada masa itu terbagi
menjadi tiga g olongan.
Bani umayyah
yang dipimpin oleh Mu’awwiayahsyia’ah atau pendukung Ali, yaitu golongan yang
mendukung kekhalifahan AliKhawarij yang menjadi lawan kedua partaipemerintahan daulah
umawiyah yang ,ibu kotanya di damaskus berlangsung selama 91 tahun dan dipimpin
oleh 14 orang khalifah. . Khalifah-khalifah tersebut adalah sebagai berikut :
1 Muawiyah
bin Abu Sufyan (Muawiyah 1) 661-680 M / 41 H
2 Yazid bin
Muawiyah (Yazid 1) 680-683 M / 60 H
3 Muawiyah
bin Yazid (Muawiyah 2) 683-684 M / 64 H
4 Marwan bin
Hakam ( Marwan 1) 684-685 M / 64 H
5 Abdul
Malik bin Marwan 685-705 M / 65 H
6 Al Walid
bin Abdul Malik (Al Walid 1) 705-715 M / 86 H
7 Sulaiman
bin Abdul Malik 715-717 M / 96 H
8 Umar bin
Abdul Aziz ( Umar II) 717-720 M / 99 H
9 Yazid bin
Abdul Malik (Yazid II) 720-724 M / 101 H
10 Hisyam
bin Abdul Malik 724-743 / 105 H
11 Al Walid
bin Yazid (Al Awlid II) 743-744 M / 125 H
12 Yazid bin
Walid (Yazid III) 744 M / 125 H
13 Ibrahin bin
Walid 744 M / 126 H
14 Marwan
bin Muhammad (Marwan II) 744-750 M / 127
Dilihat dari
perkembangan 14 pemimpin khalifah itu, maka priode bani umayyah tdapat dibagi
menjadi tiga priode atau masa, yaitu permulaan, perkembangan atau kejayaan dan
yang terakhir aadalah kemunduran atau keruntuhan. Kejayaan bani Umayyah
dimulai pada masa pemerintahan Abdul Malik karena beliau mampu
mencegah disintegrasi yang terajadi sejak pemerintahan Marwan. kejayaan bani
umayyah berakhir pada masa pemerintahan Umar Bin Abdul Aziz (Umar ll). Sepeninggaalan
umar ll, kekhalifahan mulai melemah dan kemudian akhirnya hancur, karena para
khalifash sepeninggalan Umar ll seklalu mengorbankan kepentingan umum demi
kepentingan pribadi dan terjadi perebutan kekuasaan antar putra mahkota. Hingga
pada akhirnya damaskus jatuh ketangan kekuasaan Bani Abbas.
Masa Pemerintahan
Bani Umayyah yang terkenal sebagai suatu masa yang perhatiannya tertumpu kepada
kebesaran kerajaan, yang berarti semangata dan keinginan untuk memiliki
kekuasaan yang Umayyah melakukan langkah sebagai berikut :
1. Memantapkana dan
memperhatikan wilayah kekuasaan Islam yang diwarnai oleh Khurafaur Rasyiddin.
2. Memperluas
kekuasaan Islam yang diarahkan berbagai wilayah, yaitu :
a. Wilayah Asia
Kecil yang masih dikuasai Romawi Timur.
b. Wilayah
Afganistan-India dan perbatasan Bangkok.
c. Wilayah Pantai
Utara Afrika, meliputi Aljazair dan Maroko
d. Wilayah Eropa
Barat yaitu semenanjung Andalusia (Spanyol)
Dari
perspektif Sejarah Peradaban Islam, pemerintahan Bani Umayyah disebut sebagai
masa keemasan pencapaian kejayaan pemerintahan Islam. Meskipun masa
pemerintahannya tidak cukup satu abad (90-91 tahun), tetapi berbagai kemajuan
yang dicapai selama pemerintahan ini dapat dikatakan sangat luar biasa termasuk
ke dalamnya adalah kesuksesan dalam perluasan wilayah pemerintahan Islam dan
jumlah penduduk yang masuk Agama Islam. Sebaliknya, disamping dicap sebagai
pemerintahan yang membidani lahirnya pemerintahan monarchie heredetis (kerajaan
turun temurun) juga seperti disebut oleh Dr. Muhammad Quthb , bahwa pada masa
kekhalifahan Umayyah telah terjadi kemunduran Islam, sehingga pada saat
berakhirnya masa pemerintahaan ini muncul anggapan bahwa Islam akan hilang dari
permukaan bumi.
Dibandingkan
dengan bidang-bidang keilmuan lain, sumbangan pemerintahan kekhalifahan Bani
Umayyah di bidang ekonomi memang tidak begitu monumental, karena pada zaman
pemerintahan ini, pemikiran-pemikiran ekonomi lahir bukan berasal dari ekonom
murni intelektual muslim, tetapi berasal dari hasil interpretasi kalangan
ilmuan lintas-disiplin yang berlatar belakang fiqh, Tasawuf, filsafat,
sosiologi, dan politik. Namun demikian, terdapat beberapa sumbangan pemikiran
mereka terhadap kemajuan ekonomi Islam, di antaranya adalah perbaikan terhadap
konsep pelaksanaan transaksi salam , murabaha, dan muzara’ah, serta kehadiran
Kitab al Kharaj yang ditulis oleh Abu Yusuf yang hidup pada masa pemerintahan
khalifah Hasyim secara eksklusif membahas tentang kebijaksanaan ekonomi,
dipandang sebagai sumbangan pemikiran-pemikiran ekonomi yang cukup berharga.
Perbaikan
sistem politik negara pada masa Bani Umayyah dilakukan dengan pembentukan
lembaga-lembaga pemerintahan.hal itu banyak membawa pengaruh positif bagi
kehidupan masyarakat terutama dengan dibentuknya Lembaga Keuangan Negara (Nizam
Mal), yang tugasnya adalah sbb :
1. Mengatur
gaji tentara dan pegawai negara
2. Mengatur
biaya tata usaha negara
3. Megatur
biaya pembangunan sarana pertanian, seperti penggalian terusan dan perbaikan
sarana irigasi
4. Mengatur
biaya untuk orang-orang hukuman dan tawanan perang
5. Mengatur
biaya untuk perlengkapan perang
6. Mengatur
hadiah untuk ulama dan satrawan negara
Dengan
adanya lembaga keuangan tersebut pemerintah mempu membangun panti untuk orang
jompo, dan anak yatim. Selain itu dibangun sarana-sarana umum, seperti masjid,
jalan, dan saluran air.
Bidang-bidang
ekonomi yang terdapat pada jaman Bani Umayyah terbukti berjaya membawa kemajuan
kepada rakyatnya diantara lain :
·
Dalam bidang pertanian Umayyah telah
memberi tumpuan terhadap pembangunan sector pertanian, beliau telah memperkenalkan
system pengairan bagi tujuan meningkatkan hasil pertanian.
·
Dalam bidang industri pembuatan
khususnya kraftangan telah menjadi nadi pertumbuhan ekonomi bagi Umayyah.
Salah satu
perbedaan yang mendasar antara kepemimpinan pada masa pemerintahan Khulafaur al
Rasysidun dan masa Bani Umayyah adalah, bahwa pada masa kekhalifahan Khulafaur
al Rasyidun seorang khalifah adalah seorang ahli Fiqh, sedangkan pada masa Bani
Umayyah, karena alasan semakin luas dan beratnya tugas-tugas kenegaraan,
seorang khalifah tidak lagi seorang fuqoha. Pemegang otoritas agama dan
pemegang otoritas politik berada ditangan berbeda. Secara khusus, untuk
urusan-urusan agama diserahkan sepenuhnya kepada para ulama yang menguasai
seluk-beluk agama dan berpusat di Medinah.
Diriwayatkan
juga, bahwa pada masa Khulafaur al Rasyidun semua doktrin-doktrin ekonomi Islam
terus diperkuat dan dikembangkan melalui berbagai bentuk ijtihad, sehingga
memberi dampak yang optimum terhadap pencapaian Visi dan Misi ekonomi Islam.
Pada masa pemerintahan
Bani Umayyah, kebijakan ekonomi banyak dibentuk berdasarkan ijtihad para fuqoha
dan ulama sebagai konsekuensi semakin jauhnya rentang waktu (lebih kurang satu
abad) antara zaman kehidupan Rasulullah saw dan masa pemerintahan tersebut.
Berikut ini
adalah beberapa pokok fikiran Khalifah, fuqoha dan ulama pada masa kekhalifahan
Bani Umayyah yang dapat di identikasi:
1.
SUMBANGAN
KHALIFAH-KHALIFAH BANI UMAYYAH BAGI KEMAJUAN EKONOMI
a.
Khalifah Muawiyah bin Abu Sofyan
Sumbangan Khalifah Muawiyah bin Abu Sofyan
1)
Mampu membangun sebuah masyarakat
muslim yang tertata rapi,
2)
Oleh para sejarawan, beliau disebut
sebagai orang Islam pertama yang membangun kantor catatan negara dan layanan
pos (al-barid)
3)
Membangun Pasukan Suriah menjadi
kekuatan militer Islam yang terorganisir dan disiplin tinggi
4)
Mencetak mata uang, mengembangkan
birokrasi seperti fungsi pengumpulan pajak dan administrasi politik.
5)
Mengembangkan jabatan qadi (hakim)
sebagai jabatan professional.
6)
Menerapkan kebijakan pemberian gaji
tetap kepada para tentara
b.
Khalifah Abdul Malik bin Marwan
1)
Mengembangkan pemikiran yang serius
terhadap penerbitan dan pengaturan uang dalam masyarakat Islam, sebagai bentuk
upaya penolakan atas permintaan pihak Romawi agar Khalifah Abdul Malik bin
Marwan menghapuskan kalimat Bismillahirahmanirrahim dari mata uang yang berlaku
pada saat itu. Dan selanjutnya, pada tahun 74 H/659 M beliau mencetak mata uang
Islam tersendiri yang mencantumkan kalimat Bismillahirahmanirrahim dan
mendistribusikan keseluruh wilayah Islam serta melarang pemakaian mata uang
lain
2)
Menjatuhkan hukuman ta’zir kepada
mereka yang mencetak mata uang di luar percetakan Negara.
3)
Melakukan berbagai pembenahan
administrasi pemerintahan dan memberlakukan bahasa Arab sebagai bahasa resmi administrasi
pemerintahan Islam.
c.
Khalifah Umar bin Abdul Aziz
1)
Ketika diangkat menjadi Khalifah,
Umar bin Abdul Aziz mengumpulkan rakyat dan mengumumkan serta menyerahkan
seluruh harta kekayaan pribadi dan keluarganya yang diperoleh secara tidak
wajar kepada baitul maal, seperti; tanah-tanah perkebunan di Maroko, berbagai
tunjangan yang di Yamamah, Mukaedes, Jabal Al Wars, Yaman dan Fadak, hingga
cincin berlian pemberian Al Walid.
2)
Selama berkuasa beliau juga tidak
mengambil sesuatupun dari baitul maal, termasuk pendapatan Fai yang telah
menjadi haknya.
3)
Memprioritaskan pembangunan dalam
negeri. Menurutnya, memperbaiki dan meningkatkan kesejahteraan negeri-negeri
Islam adalah lebih baik daripada menambah perluasan wilayah. Dalam rangka ini
pula, ia menjaga hubungan baik dengan pihak oposisi dan memberikan hak
kebebasan beribadah kepada penganut agama lain.
4)
Dalam melakukan berbagai
kebijakannya, Khalifah Umar bin Abdul Aziz lebih bersifat melindungi dan
meningkatkan taraf hidup masyarakat secara keseluruhan.
5)
Menghapus pajak terhadap kaum
muslimin, mengurangi beban pajak kaum Nasrani, membuat aturan takaran dan
timbangan, membasmi cukai dan kerja paksa,
6)
Memperbaiki tanah pertanian,
menggali sumur-sumur, pembangunan jalan-jalan, pembuatan tempat-tempat
penginapan musafir, dan menyantuni fakir miskin. Berbagai kebijakan ini
berhasil meningkatkan taraf hidup masyarakat secara keseluruhan hingga tidak ada
lagi yang mau menerima zakat.
7)
Menetapkan gaji pejabat sebesar 300
dinar dan dilarang pejabat tersebut melakukan kerja sampingan. Selain itu pajak
yang dikenakan kepada non-muslim hanya berlaku kepada tiga profesi, yaitu pedagang,
petani, dan tuan tanah.
8)
Dalam bidang pertanian Khalifah Umar
bin Abdul Aziz melarang penjualan tanah garapan agar tidak ada penguasaan
lahan. Ia memerintahkan amirnya untuk memanfaatkan semaksimal mungkin lahan
yang ada. Dalam menetapkan sewa tanah, khalifah menerapkan prinsip keadilan dan
kemurahan hati. Ia melarang memungut sewa terhadap tanah yang tidak subur dan
jika tanah itu subur, pengambilan sewa harus memperhatikan tingkat
kesejahteraan hidup petani yang bersangkutan.
9)
Menerapkan kebijakan otonomi daerah.
Setiap wilayah Islam mempunyai wewenang untuk mengelola zakat dan pajak secara
sendiri-sendiri dan tidak mengharuskan menyerahkan upeti kepada pemerintah
pusat. Bahkan sebaliknya pemerintah pusat akan memberikan bantuan subsidi
kepada wilayah Islam yang pendapatan zakat dan pajaknya tidak memadai. Dan juga
memberlakukan sistim subsidi antar wilayah, dari yang surplus ke yang
pendapatannya kurang.
10) Dalam
menerapkan Negara yang adil dan makmur, Khalifah Umar bin Abdul Aziz menjadikan
jaminan social sebagai landasan pokok. Khalifah juga membuka jalur perdagangan
bebas, baik didarat maupun dilaut, sebagai upaya peningkatan taraf kehidupan
masyarakat. Pemerintah menghapus bea masuk dan menyediakan berbagai bahan
kebutuhan sebanyak mungkin dengan harga yang terjangkau.
11) Pada
masa-masa pemerintahannya, sumber-sumber pemasukan Negara berasal dari zakat,
hasil rampasan perang, pajak penghasilan pertanian, dan hasil pemberian
lapangan kerja produktif kepada masyarakat luas.
12) Yang paling
menonjol pada masa ini adalah, kembalinya syariat Islam dengan semua ketinggian
dan kesempurnaannya untuk mewarnai seluruh aspek kehidupan.
2.
SUMBANGAN ULAMA DAN FUQOHA DALAM PEMIKIRAN
EKONOMI DI MASA KHALIFAH BANI UMAYYAH
Selain pemikiran berasal dari para
khalifah seperti tersebut di atas, pada masa Daulah Bani Umayyah banyak juga
dijumpai pemikir-pemikir ekonomi yang berasal dari kalangan ulama, fuqaha dan
filsuf, di antaranya adalah:
a.
Zaid bin Ali (80-120/699-738)
Zaid bin Ali adalah cucu dari Imam Hussein, merupakan
ahli fiqih terkenal di Madinah. Pemikiran dan pandangan Zaid seperti yang
dikemukakan Abu Zahra adalah membolehkan penjualan suatu komoditi secara kredit
dengan harga yang lebih tinggi dari harga tunai dengan alasan sebagai berikut:
1)
Penjualan secara kredit dengan harga
lebih tinggi daripada harga tunai merupakan salah satu bentuk transaksi yang
sah dan dapat dibenarkan selama transaksi tersebut dilandasi oleh prinsip
saling ridha antar kedua belah pihak
2)
Pada umunya, keuntungan yang
diperoleh para pedagang dari penjualan seecara kredit merupakan murni bagian
dari sebuah perniagaan dan tidak termasuk riba.
3)
Penjualan secara kredit merupakan
salah satu bentuk promosi sekaligus respon terhadap permintaan pasar. Dengan
demikian, bentuk penjualan seperti ini bukan suatu tindakan di luar kebutuhan.
4)
Keuntungan yang diperoleh dari
penjualan kredit merupakan suatu bentuk kompensasi atas kemudahan yang
diperoleh seseorang dalam membeli suatu barang tanpa harus membayar secara
tunai.
5)
Harga penjualan kredit, tidak semata
merta mengindikasikan bahwa harga yang lebih tinggi selalu berkaitan dengan
waktu. Harga jual kredit dapat pula ditetapkan lebih rendah dari harga beli,
dengan tujuan untuk menghabis persediaan barang dan memperoleh uang tunai
karena khawatir harga pasar akan jatuh di masa datang.
b.
Abu Hanifa (80-150/699-767)
Abu Hanifa dikenal sebagai seorang fuqoha dan seorang
pedagang di pusat aktivitas perdagangan dan perekonomian- Kufa. Sumbangan
beliau dalam masalah ekonomi adalah sebagai berikut.
1)
Memberi koreksi dan penyempurnaan
terhadap aqad transaksi Salam yang popular pada masa itu. Salam adalah kontrak
penjualan suatu barang dalam hal mana harga atas barang dibayar tunai pada saat
kontrak (aqad) sedangkan barangnya diserahkan dikemudian hari. Abu Hanifa
menemukan banyak sekali kekaburan di sekitar kontrak Salam tersebut, yang dapat
mengarah pada perselisihan. Untuk menghindari perselisihan tersebut, Abu Hanifa
memasukkan ke dalam aqad tersebut apa-apa yang harus diketahui dan dinyatakan
secara jelas. Misalnya, tentang jenis komoditi, mutu, dan kuantitas serta
tangggal dan tempat pengiriman barang. Di dalam aqad juga mesti dimasukkan
persyaratan bahwa komoditas yang diperjual belikan harus tersedia di pasar
selama periode antara tanggal aqad dan tanggal penyerahan barang, sehingga
kedua belah pihak sama-sama mengetahui bahwa penyerahan barang dapat
dilaksanakan sesuai aqad.
2)
Abu Hanifa, sebagai seorang
pedagang, Abu Hanifa memberikan sumbangan tentang aturan-aturan yang menjamin
pelaksanaan permainan yang adil dalam transaksi murabaha dan transaksi lain
yang sejenis. Memberi sumbangan tentang pelaksanaan praktek dagang lain yang
berlandaskan norma-norma Islam.
3)
Mempunyai perhatian terhadap kaum
yang lemah, pemberlakuan zakat atas perhiasan dan membebaskan pemilik harta
yang dililit hutang yang tidak sanggup menebusnya dari kewajiban membayar
zakat.
4)
Tidak membolehkan pembagian hasil
panen (muzaraah) dalam kasus tanah yang tidak menghasilkan guna melindungi
penggarap yang umumnya adalah orang lemah.
c.
Al Awza‘i (88-157/707-774)
Abdul Rahman Al Awza’i berasal dari Beirut, yang hidup
sejaman dengan Abu Hanifa. Beliau juga pendiri sekolah hukum walaupun tidak
bertahan lama
1)
Awza’i cenderung membenarkan
kebebasan dalam kontrak dan memfasilitasi orang-orang dalam transaksi mereka.
2)
Memberlakukan sistem bagi-hasil
pertanian (muzaraah) karena system ini di butuhkan seperti halnya dia
membolehkan bagi hasil keuntungan (Mudharabah). Dalam hal ini, modal di
pinjamkan boleh dalam bentuk tunai atau natura yang ditolak oleh beberapa ahli
hukum lainnya.
3)
Menggunakan pendekatan yang lebih fleksibel
dalam kontrak Salam .
d.
Imam Malik bin Anas (93 – 197H / 712
-795M)
Hidup semasa pemerintahan Khalifah Bani Umayyah yang
dimulai pada masa pemerintahaan. Beliau berhasil menerbitkan Kitab al-Muwatta,
sebuah kitab hadist bergaya fiqh atau kita fiqh bergaya Hadist. Pokok-pokok
fikiran Imam Malik bin Anas tentang ekonomi adalah sebagai berikut:
1)
Bahwa, Penguasa mempunyai
tanggungjawab untuk mensejahterakan rakyat, memenuhi kebutuhan rakyat
sepertihalnya yang juga dilakukan oleh Umar Bin Khatab.
2)
Menerapkan prinsip/azas al-Maslahah,
al-Mursalah. Al-Maslahah dapat diartikan sebagai azas manfaat (benefit),
kegunaan (utility), yakni sesuatu yang memberi manfaat baik kepada individu
maupun kepada masyarakat banyak . Sedangkan prinsip al-Maslahah dapat diartikan
sebagai prinsip kebebasan, tidak terbatas, atau tidak terikat. Dengan
pendekatan kedua azas ini, Imam Malik bin Anas, mengakui, bahwa pemerintah
Islam memiliki hak untuk memungut pajak, bila diperlukan melebihi dari jumlah
yang ditetapkan secara khusu dalam syari’ah.
C. Keutamaan dan Sisi Negatif Pemerintahan Bani Umayyah
Berbagai
catatan penting tentang pemerintahaan Bani Umayyah adalah dapat dijelaskan
sebagai berikut seperti dibawah ini.
Beberapa
keutamaan :
1. Muawiyah
adalah seorang sahabat yang mulia walaupun dia melakukan sebuah ijtihad politik
dalam melakukan perlawanan kepada Khalifah Ali bin Abi Thalib dan ternyata
ijtihad yang dia lakukan tidak benar. Namun demikian, dia tetap berlaku adil
dan semua sahabat adalah adil. Marwan bin Hakam salah seorang khalifah (ke-4)
termasuk yang banyak meriwayatkan hadist. Khalifah Abdul Malik (khalifah ke-5)
dikenal sebagai orang yang berilmu luas dan seorang ahli fiqh, beliau termasuk
ke dalam ulama Madinah sebelum diangkat sebagai khalifah. Umar bin Abdul Aziz
(khalifah ke-8) adalah seorang Imam dalam masa ijtihad dan dianggap sebagai
khalifaur al Rasyidun ke-5.
2. Bani
Umayyah selalu menghormati kalangan ilmuan dan orang-orang yang memiliki
sifat-sifat utama. Mereka tidak pernah melakukan intervensi dalam hal-hal yang
menyangkut peradilan.
3.
Penaklukan beberapa kota dan negeri hingga sampai ke wilayah Cina disebelah timur,
negeri-negeri di Andalusia (Spanyol) dan selatan Perancis di sebelah barat
sehingga pada masanya wilayah pemerintahan Islam mencapai wilayah yang sangat
luas sepanjang sejarah Islam dan banyaknya manusia yang memeluk agama Islam
4.
Memproduksi tanah-tanah mati (lahan-lahan tidak produktif, pen) pembangunan
berbagai kota, dan pembangunan yang megah.
Dan beberapa
sisi negatif adalah, merosotnya Manhaj Islam yang disebabkan oleh beberapa
faktor berikut:
1.
Terjadi penyimpangan dalam penerapan
aturan-aturan Islam sebagaimana yang telah dilaksanakan oleh Khulafaur al Rasyidun,
di antaranya adalah:
·
Pemilihan khalifah tidak
dilaksanakan secara dmokratis, melainkan memulai tradisi pemerintahan
Dinasti/monarchi heridetis (kerajaan turun temurun), yang tidak pernah
dipraktik dan tidak dibenarkan pada masa pemerintahan Khulafaur al Rasyidun.
·
Pemerintahan diperoleh dengan jalan
kekerasan, diplomasi, tipu daya dan diselengarakan dengan cara otoriter,
2.
Penggunaan keuangan negara untuk
tujuan di luar keperluan negara, Pengelola pemerintah terperangkap dalam
kebiasaan hidup mewah sebagai akibat berlimpahnya harta rampasan perang. Baitul
Maal yang seharusnya berfungsi sebagai lembaga keuangan sentral untuk mengatur
lalulintas keuangan negara, tetapi telah disalahgunakan. Baitul Maal
diperlakukan seakan-akan milik pribadi para pangeran
3.
Masuknya para budak wanita dan
tawanan perang ke dalam istana dan rumah-rumah mereka.
4.
Berakhirnya masa kekhalifahan
Umayyah dianggap sebagai bad ending Sejarah Peradaban Islam. Karena pada periode
akhir pemerintahaan kekhalifahannya Islam mengalami kemunduran, sehingga
menimbulkan keraguan bagi semua orang pada saat itu tentang kelanjutan
kehidupan Islam. Islam dikatakan telah Tamat.
D. Runtuhnya Dinasti Umayyah
Ada beberapa
faktor yang menyebabkan dinasti Bani Umayyah lemah dan membawanya kepada
kehancuran. Faktor-faktor itu antara lain adalah:
1.
Sistem pergantian khalifah melalui
garis keturunan adalah sesuatu yang baru (bid’ah) bagi tradisi Islam yang lebih
menekankan aspek senioritas. Pengaturannya tidak jelas, menyebabkan terjadinya
persaingan yang tidak sehat di kalangan anggota keluarga istana.
2.
Penindasan yang
terus-menerus terhadap pengikut Ali ra pada khususnya dan kepada Bani Hasyim
pada umumnya
3.
Latar belakang terbentuknya dinasti
Bani Umayyah tidak bisa dipisahkan dari konflik-konflik politik yang terjadi di
masa Ali. Sisa-sisa Syi'ah (para pengikut Abdullah bin Saba’ al-Yahudi) dan
Khawarij terus menjadi gerakan oposisi, baik secara terbuka seperti di masa
awal dan akhir maupun secara tersembunyi seperti di masa pertengahan kekuasaan
Bani Umayyah. Penumpasan terhadap gerakan-gerakan ini banyak menyedot kekuatan
pemerintah.
4.
Pada masa Umaiyyah, persaingan
antaretnis mencapai puncaknya, karena para khalifah cenderung pada satu finak
dan menafikan yang lainnya , Pada masa kekuasaan Bani Umayyah, pertentangan
etnis antara suku Arabia Utara (Bani Qays) dan Arabia Selatan (Bani Kalb) yang
sudah ada sejak zaman sebelum Islam, makin meruncing. Perselisihan ini
mengakibatkan para penguasa Bani Umayyah mendapat kesulitan untuk menggalang
persatuan dan kesatuan. Disamping itu, sebagian besar golongan mawali (non
Arab), terutama diIrak dan wilayah bagian timur lainnya, merasa tidak puas
karena status mawali itu menggambarkan suatu inferioritas, ditambah dengan
keangkuhan bangsa Arabyang diperlihatkan pada masa Bani Umayyah.
5.
Terlena Dalam Kemewahan
Pola hidup
sebagian khalifah Dinasti Umayyah yang sangat mewah dan senang berfoya-foya
sebagai warisan pola hidup para penguasa Bizantium adalah faktor lain yang
telah menanam andil besar bagi keruntuhan dinasti ini. Yazid bin Muawiyyah
adalah seorang khalifah dari Dinasti Umayyah sangat terkenal sebagai pengagum
berat wanita, memelihara para penyanyi wanita, memelihara burung buas, singa
padang pasir dan seorang pecandu minuman keras.Prilaku Yazid bin Abdul Malik
juga tidak lebih baik dari Yazid bin Muawiyyah, ia adalah pemuja wanita dan
penggemar pesta pora. Begitu pula dengan puteranya yaitu al Walid, ia seorang
khalifah yang sangat senang dengan kehidupan serba mewah dan terlena dengan
romantika asmara.
6.
Penyebab langsung tergulingnya
kekuasaan dinasti Bani Umayyah adalah munculnya kekuatan baru yang dipelopori
oleh keturunan al-Abbas ibn Abd al-Muthalib. Gerakan ini mendapat dukungan
penuh dari Bani Hasyim dan kaum mawali yang merasa dikelas duakan oleh
pemerintahan daulah Umayyah.
7.
Pertentangan keras antara suku-suku
Arab yang sejak lama terbagi menjadi dua kelompok, yaitu Arab Utara yang
disebut Mudariyah yang menempati Irak dan Arab Selatan (Himyariyah) yang
bertempat di wilayah Suriah.
Dari ketujuh faktor tersebut, yang secara langsung
menyebabkan runtuhnya kekuasaan Bani Umayyah adalah adanya revolusi besar oleh
Abu Muslim. Gerakan ini didukung oleh Ali dan Utsman dari golongan Syi’ah yang
ingin menuntut balas atas tewasnya al-Karamani oleh Ibnu Sayyar dalam
pertempuran merebut ibu kota Merv tahun 129 H/747 M. Gabungan pasukan Abu
Muslim dan golongan Syi’ah ini dapat merebut kembali kota Merv, dan Ibnu Sayyar
beserta pasukannya tewas di kota Sawwat tahun 131 H/749 M.
Kota Merv dan seluruh kota Khurasan dikuasai oleh Abu
Muslim al-Khurasani, sedangkan penduduk setempat mengangkat sumpah setia, baiat
terhadap Abdullah ibn Muhammad yang dikenal dengan Abu Abbas as-Shaffah,
pengganti Ibrahim al-Imam yang wafat dalam penjara Bani Umayyah. Semula Ali dan
Utsman, dua orang putra al-Khurasani membaiat juga, namun karena terbukti kedua
tokoh itu melakukan komplotan rahasia, maka dijatuhi hukuman mati akhir tahun
131 H/749 M. Berita pembaiatan itu mengejutkan khalifah Marwan II. Ketika itu
Marwan II baru saja selesai mengamankan pemberontakan di wilayah Armenia dan
Georgia, sedangkan ia berada di benteng Harran. Ia kemudian mengutus 120.000
prajurit menuju ke selatan lembah Irak. Bala tentara tersebut mendapat perlawanan
dari tentara Bani Abbasiyyah atas inisiatif Abu Oun, kemudian dibantu oleh
pasuka besar yang dipimpin oleh Abdullah ibn Ali ibn Abdillah ibn Abbas, paman
as-Saffah.
Abdullah ibn Ali memerintahkan saudaranya, Shaleh ibn
Ali untuk melakukan pengejaran terhadap Marwan II di Mesir. Pasukan Abbasiyyah
tidak mendapat perlawanan yang berarti dan penduduk setempat menyatak
kesetiaannya, baiat terhadap as-Saffah, khalifah pertama Bani Abbas. Akhirnya,
Marwan II bersama pengiringnya ditemukan di sebuah biara di kota pelabuhan
Abusir. Marwan ditangkap dan dibunuh, kepalanya dikirim ke as-Saffah. Dengan demikian, maka berakhirlah dinasti
Bani Umayyah di Damaskus dan kekuasaan sepenuhnya di tangan as-Saffah.
E. Peradaban Islam Pada Masa Abbasiyah
Bani Abbasiyah didirikan oleh Abu Al-Abbas pada
tahun 750-754 M dengan Irak sebagai pusat pemerintahannya. Khalifah pertama
Abbasiyah ini menyebut dirinya as-saffih, penumpah darah, yang kemudian menjadi
julukannya. Julukan itu merupakan pertanda buruk karena dinasti yang baru
muncul itu mengisyaratkan bahwa mereka lebih mengutamakan kekuatan dalam
menjalankan kebijakannya. As-Saffah menjadi pendiri dinasti Arab Islam ketiga
setelah Khulafa’ Ar-Rasyidun dan Dinasti Umayah yang sangat besar dan berusia
lama. Dari tahun 750 M, hingga 1258 M, penerus Abu Al-Abbas memegang
pemerintahan, meskipun mereka tidak selalu berkuasa. Orang Abbasiyah mengklaim
dirinya sebagai pengusung konsep sejati kekhalifahan, yaitu gagasan negara
teokrasi, yang menggantikan pemerintahan sekular (mulk) dinasti Umayah. Sebagai
ciri khas keagamaan dalam istana kerajaannya, dalam berbagai kesempatan
seremonial, seperti ketika dinobatkan sebagai khalifah dan pada shalat Jumat,
khalifah mengenakan jubah (burdah) yang pernah dikenakan oleh saudara
sepupunya, Nabi Muhammad. Akan tetapi, masa pemerintahannya, begitu singkat.
As-Saffah meninggal pada tahun 754 karena penyakit cacar air ketika berusia
30-an.
Menjelang
tumbangnya Daulah Umayah telah terjadi banyak kekacauan dalam berbagai bidang
kehidupan bernegara; terjadi kekeliruan-kekeliruan dan kesalahan-kesalahan yang
dibuat oleh para Khalifah dan para pembesar negara lainnya sehingga terjadilah
pelanggaran-pelanggaran terhadap ajaran Islam, termasuk salah satunya
pengucilan yang dilakukan Bani Umaiyah terhadap kaum mawali yang menyebabkan
ketidak puasan dalam diri mereka dan akhirnya terjadi banyak kerusuhan.
Bani Abbas
telah mulai melakukan upaya perebutan kekuasaan sejak masa Khalifah Umar bin
Abdul Aziz (717-720 M) berkuasa. Khalifah itu dikenal memberikan toleransi
kepada berbagai kegiatan keluarga Syiah. Keturunan Bani Hasyim dan Bani Abbas
yang ditindas oleh Daulah Umayah bergerak mencari jalanbebas.
Pada awalnya Muhammad bin Ali, cicit dari Abbas menjalankan kampanye untuk mengembalikan kekuasaan
pemerintahan kepada keluarga Bani Hasyim di Parsi pada masa pemerintahan Khalifah Umar bin Abdul Aziz. Selanjutnya pada masa pemerintahan Khalifah Marwan II, pertentangan ini
semakin memuncak dan akhirnya pada tahun 750, Abu al-Abbas al-Saffah berhasil meruntuhkan Daulah Umayyah dan kemudian
dilantik sebagai khalifah. Dinasty Abbasyah mencapai keberhasilannya disebabkan
dasar-dasar yang telah berakar semenjak bani Umayah berkuasa. Ditinjau dari
proses pembentukannya, Dinasti Abbasyah didirikan atas dasar-dasar antara lain
:
1.
Dasar kesatuan untuk menghadapi perpecahan
yang timbul dari dinasty sebelumnya.
2.
Dasar universal (bersifat
universal), tidak terlandaskan atas kesukuan.
3.
Dasar politik dan administrasi
menyeluruh, tidak diangkat atas dasar keningratan.
4.
Dasar kesamaan hubungan dalam hokum
bagi setiap masyarakat islam.
5.
Pemerintahan bersifat muslim
moderat, ras Arab hanyalah dipandang sebagai salah satu bagian saja diantara
ras-ras lainnya.
6.
Hak memerintah sebagai ahli waris
nabi masih tetap ditangan mereka.
Diantara situasi-situasi yang mendorong berdirinya dinasti
Abbasiyah dan menjadikan dinasti sebelumnya lemah. banyak terdapat
faktor-faktor pendukung beridirinnya Dinasti Abbasiyah antara lain :
1.
Timbulnya pertentangan poitik antara
Muawiyah dengan pengikut Ali bin Abi Thalib. (syiah).
2.
Munculnya golongan Khawarij, akibat
pertentangan politik antara Muawiyah dengan syiah dan kebijakan-kebijakan yang
kurang adil.
3.
Timbulnya politik penyelesaian
khilafah dan konflik dengan cara damai.
4.
Meningkatnya kekecewaan kaum mawali
terhadap penguasa Bani Umayyah
5.
Adanya kekecewaan dari kaum agamawan
terhadap pemerintah Bani Umayyah (hal ini karena perhatian penguasa terhadap
pengembangan agama sangat kurang)
6.
Adanya keinginan masyarakat untuk
memperoleh pemimpin kharismatik yang dapat menyelamatkan kehidupan masyarakat
7.
Kebencian Alawiyyin terhadap Bani
Umayyah karena tindakan diluar batas, yakni:
·
Mewajibkan para khatib Jumat untuk
menghina, mencaci, dan melaknat Ali bin Abi Thalib.
·
Membunuh para pemimpin Alawiyyin
(diantaranya Husein bin Ali bin Abi Thali, Yahya bin
·
Zaid, dan Abu Hasyim bin Muhammad
bin Al Hanifah); Mengkhianati perjanjian Madain (perjanjian antara Muawiyah dan
Husein bin Ali)
8.
Pemerintahan Khalifah Umar BIN Abdul
Aziz yang adil dan damai
Khalifah-khalifah bani Umayyah –selain Umar bin Abdul Aziz- sangat keras menekan dan membatasi gerakan-gerakan kaum Alawiyyin.
Khalifah-khalifah bani Umayyah –selain Umar bin Abdul Aziz- sangat keras menekan dan membatasi gerakan-gerakan kaum Alawiyyin.
Pada masa Dinasti Abbasiyah pengembangan industri
rumah tangga berkembang pesat dan maju. Industri kerajinan tangan menjamur
diberbagai pelosok kerajaan. Daerah Asia Barat menjadi pusat industri karpet,
sutera, kapas, dan kain wol, satin, dan brokat (dibaj), sofa (dari bahasa Arab,
Suffah) dan kain pembungkus bantal, juga perlengkapan dapur dan rumah tangga
lainnya. Mesin penganyam Persia dan Irak membuat karpet dan kain berkualitas
tinggi. Ibu Al-Musta’in memiliki sehelai karpet yang dipesan khusus seharga 130
juta dirham dengan corak berbagai jenis burung dan emas yang dihiasi batu rubi
dan batu-batuan indah lainnya.
Sejak masa khalifah kedua Abbasiyah, Al-Manshur,
sumber Arab paling awal yang menyinggung tentang hubungan maritim Arab dan
Persia dengan India dan Cina berasal dari laporan perjalanan Sulaiman At-Tajir
dan para pedagang muslim lainnya pada aba ke-3 Hijriah. Tulang punggung
perdagangan ini adal sutra, kontribus terbesar orang Cina kepada dunia Barat.
Biasanya, jalur yang disebut “jalan
sutra”, menyusuri Samarkand dan Turkistan Cina.
Barang-barang dagangan biasanya diangkut secara
estafet; hanya sedikti khalifah yang menempuh sendiri perjalanan sejauh itu. Di
sebelah barat, para pedagang Islam telah
mencapai Maroko dan Spanyol. Pada masa Abbasiyah, orang-orang justru mampu
mengimpor barang dagangan, seperti rempah-rempah, kapur barus, dan sutra.
Peran
penting ekonomi sangat di sadari oleh para khalifah Dinasti Abbasiyah dalam
menentukan maju mundurnya suatu negara. Oleh karena ini, mereka memberikan
perhatian khusus pada pengembangan sektor ini, terutama periode pertama Dinasti
Abbasiyah . upaya kearah kemajuan ini sebenarnya sudah di mulai sejak masa
pemerintahan al-Mansur. Yaitu dengan di pindahkannya pusat pemerintahan ke
baghdad tiga tahun setelah dia di lantik menjadi khalifah.
Dijadikannya
kota baghdad sebagai pusat kendali pemerintahan itu mempunyai arti tersendiri
bagi perkembangan dan kemajuan di bidang ekonomi. Baghdad merupakan sebuah kota
yang terletak didaerah yang sangat strategis bagi perniagaan dan perdagangan.
Sungi tigris bisa dilayari sampai kota ini. Begitu juga terdapat jalur
pelayaran ke sungai eufrat yang cukup dekat. Sehingga barang-barang dagangan
dan perniagaan dapat diangkut menghilir sungai eufratdan tigris dengan
menggunakan perahu-perahu kecil. Di samping itu, yang terpenting ialah
tedapatnya jalan nyaman dan aman dari semua jurusan. Akhirnya Baghdad menjadi
daerah sangat ramai, karena disamping sebagai ibu kota kerajaan juga sebagai
kota niaga yang cukup marak pada masa itu. Dari situlah negara akan dapat
devisa yang sangat besar jumlahnya.
Selain itu
faktor pertambahan jumlah penduduk juga merupakan suatu faktor turut
meningkatkan pertumbuhan ekonomi, dimana semakin pesat pertumbuhan penduduk,
maka semakin besar dan banyak pula faktor permintaan pasar (demand). Hal ini
pada gilirannya memicu produktivitas ekonomi yang tinggi.
Adapun
komoditi yang menjadi primadona pada masa itu adalah bahan pakaian atau tekstil
yang menjadi konsumsi pasar asia dan eropa. Sehingga industri di bidang
penenunan seperti kain, bahan-bahan sandang lainnya dan karpet berkembang
pesat. Bahan-bahan utama yang digunakan dalam industri ini adalah kapas, sutra
dan wol. Industri lain yang juga berkembang pesat adalah pecah belah, keramik
dan parfum. Disamping itu berkembang juga industri kertas yang di bawa ke
Samarkand oleh para tawanan perang Cina tahun 751 M. di Samarkan inilah
produksi dan ekspor kertas dimulai. Hal ini rupanya mendorong pemerintah pada
masa Harun al-Rasyid lewat wazirnya Yahya ibn Barmak mendirikan pabrik kertas
pertama di Baghdad sekitar tahun 800 M. salah satu bukti manuskrip Arab tertua
yang ditulis diatas kertas yang ditemukan adalah manuskrip tentang hadis yang
berjudul Gharib al-Hadis karya Abu Ubayd al-Qasim ibn Sallam (w. 837 M)
yang dicetak bulan Dzulqa’dah 252 H (13 November – 12 Desember 866), disimpan
di perpustakaan Leiden.
Komoditas
lain yang berorientasi komersial selain, logam, kertas, tekstil, pecah belah,
hasil laut dan obat-obatan adalah budak-budak. Mereka setelah dibeli oleh
tuannya dipekerjakan seperti di ladang pertanian, perkebunan dan pabrik. Namun
bagi pemerintah, budak-budak direkrut sebagai anggota militer demi pertahanan
negara.
Sebagai alat
tukar, para pelaku pasar menggunakan mata uang dinar (emas) dan dirham (perak).
Penggunaan mata uang ini secara ekstensif mendorong tumbuhnya perbankan.
Hal ini disebabkan para pelaku ekonomi yang melakukan perjalanan jauh, sangat
beresiko jika membawa kepingan-kepingan tunai uang tadi. Sehingga bagi para
pedagang yang melakukan perjalanan digunakanlah sistem yang dalam perbankan
modern disebut Cek, yang waktu itu dinamakan Shakk.
Dengan
adanya sistem ini pembiayaan menjadi fleksibel. Artinya uang bisa didepositokan
di satu bank di tempat tertentu, kemudian bisa ditarik atau dicairkan lewat cek
di bank yang lain. Dan cek hanya bisa dikeluarkn oleh pejabat yang berwenang
yaitu bank. Lebih jauh bank pada masa ini kejayaan Islam juga sudah memberikan
kredit bagi usaha-usaha perdagangan dan industri. Selain itu bank juga sudah
menjalankan fungsi sebagai Currency Exchange (penukaran mata uang).
Pada masa
pemerintah Daulah Abbasiyah juga, sistem perekonomian pun dibangun dengan
menggunakan sistem ekonomi pertanian, peindustrian dan perdagangan.
a.
Perkembangan
Perdagangan dan Industri
Ekonomi imperium Abbasiyah paling
dominan digerakkan oleh perdagangan. Sudah terdapat berbagai macam industri
seperti kain linen di mesir, sutra dari syiria dan irak, kertas dari samarkand,
serta berbagai produk pertanian seperti gandum dari mesir dan kurma dari iraq.
Hasil-hasil industri dan pertanian ini diperdagangkan ke berbagai wilayah
kekuasaan Abbasiyah dan Negara lain.
Karena industralisasi yang muncul di
perkotaan ini, urbanisasi tak dapat dibendung lagi. Selain itu, perdagangan
barang tambang juga semarak. Emas yang ditambang dari Nubia dan Sudan Barat
melambungkan perekonomian Abbasiyah.
Perdagangan dengan wilayah-wilayah
lain merupakan hal yang sangat penting. Secara bersamaan dengan kemajuan Daulah
Abbasiyah, Dinasti Tang di Cina juga mengalami masa puncak kejayaan sehingga
hubungan Perdagangan antara keduanya menambah semaraknya kegiatan perdagangan
dunia.
Permulaan masa kepemimpinan Bani
Abbassiyah, perbendaharaan negara penuh dan berlimpah-limpah, Uang masuk lebih
banyak dari pada pengeluaran. Yang menjadi Khalifah adalah Mansyur. Dia betul-betul
telah meletakkan dasar-dasar yang kuat bagi ekonomi dan kewangan negara. Dia
mencontohi Khalifah Umar bin Khattab dalam menguatkan Islam.
Dan keberhasilan kehidupan ekonomi
maka berhasil pula dalam :
1. Pertanian, Khalifah membela dan
menghormati kaum tani, bahkan meringankan pajak hasil bumi mereka, dan ada
beberapa yang dihapuskan sama sekali.
2. Perindustrian, Khalifah
menganjurkan untuk beramai-ramai membangun berbagai industri, sehingga
terkenallah beberapa kota dan industri-industrinya.
3. Perdagangan, Segala usaha
ditempuh untuk memajukan perdagangan seperti:
a) Membangun
sumur dan tempat-tempat istirahat di jalan-jalan yang dilewati kafilah dagang.
b) Membangun armada-armada dagang.
c) Membangun
armada : untuk melindungi parta-partai negara dari serangan bajak laut.
b.
Perkembangan bidang pertanian
Pertanian maju pesat pada awal pemerintahan Dinasty Abbasiyah karena pusat
pemerintahanya berada di daerah yang sangat subur, di tepian sungai yang
dikenal dengan nama Sawad. Pertanian merupakan sumber utama pemasukan negara
dan pengolahan tanah hampir sepenuhnya dikerjakan oleh penduduk asli, yang
statusnya mengalami peningkatan pada masa rezim baru. Lahan-lahan pertanian
yang terlantar dan desa-desa yang hancur di berbagai wilayah kerajaan diperbaiki
dan dibangun secara perlahan-lahan. Mereka membangun saluran irigasi baru
sehingga membentuk ”jaringan yang sempurna”.
Tanaman asal Irak terdiri atas
gandum, padi, kurma, wijen, kapas, dan rami. Daerah yang sangat subur berada di
bantaran tepian sungai ke selatan, Sawad, yang menumbuhkan berbagai jenis buah
dan sayuran, yang tumbuh didaerah panas maupun dingin. Kacang, jeruk, terong,
tebu, dan beragam bunga, seperti bunga mawar dan violet juga tumbuh subur.
Usaha-usaha tersebut sangat besar
pengaruhnya dalam meningkatkan perdagangan dalam dan luar negeri. Akibatnya
kafilah-kafilah dagang kaum muslimin melintasi segala negeri dan kapal-kapal
dagangnya mengarungi tujuh lautan.
Kemajuan di
bidang ekonomi tentunya berimbas pada kemakmuran rakyat secara keseluruhan.
Puncak kemakmuran rakyat dialami pada masa Harun al-Rasyid (786-809M) dan
putranya al-Ma’mun (813-833 M). kekayaan yang melimpah pada masa ini digunakan
untuk kegiatan-kegiatan di berbagai bidang seperti sosial, pendidikan,
kebudayaan, pendidikan, Ilmu Pengetahuan, kesehatan, kesusastraan dan pengadaan
fasilitas-fasilitas umum. Pada masa inilah berbagai bidang-bidang tadi mencapai
puncak keemasannya.
Kemajuan
ekonomi dan kemakmuran rakyat pada masa ini disebabkan oleh beberapa faktor
antara lain :
1.
relatif stabilnya kondisi politik
sehingga mendorong iklim yang kondusif bagi aktivitas perekonomian.
2.
Tidak adanya ekspansi ke
wilayah-wilayah baru sehingga kondisi ini dimanfaatkan oleh masyarakat guna
meninggkatkan taraf hidup dan kesejahtraan mereka.
3.
Besarnya arus permintaan (demand)
untuk kebutuhan-kebutuhan hidup baik yang bersifat primer, sekunder dan
tersier, telah mendorong para pelaku ekonomi untuk memperbanyak kuantitas
persediaan (supply) barang-barang dan jasa.
4.
besarnya arus permintaan (demand)
akan barang tersebut disebabkan meningkatnya jumlah penduduk, terutama di
wilayah perkotaan yang menjadi basis pertukaran aneka macam komoditas
komersial.
5.
Luasnya wilayah kekuasaan mendorong
perputaran dan pertukaran komoditas menjadi ramai. Terutama wilayah-wilayah
bekas jajahan Persia dan Byzantium yang menyimpan potensi ekonomi yang besar.
6.
Jalur transfortasi laut serta
kemahiran para pelaut muslim dalam ilmu kelautan atau navigasi.
7.
Etos kerja ekonomi para khalifah dan
pelaku ekomoni dari golongan Arab memang sudah terbukti dalam sejarah sebagai
ekonom yang tangguh. Hal ini didorong oleh kenyataan bahwa perdagangan sudah
menjadi bagian hidup orang Arab, apalagi kenyataan juga mengatakan bahwa Nabi
sendiri juga adalah pedagang.
G. Kemerosotan Ekonomi Abbbasiyyah
Khilafah Abbasiyah juga mengalami kemunduran di bidang ekonomi bersamaan
dengan kemunduran di bidang politik. Pada periode pertama, pemerintahan Bani
Abbas merupakan pemerintahan yang kaya. Dana yang masuk lebih besar dari yang
keluar, sehingga Baitul-Mal penuh dengan harta. Pertambahan dana yang besar
diperoleh antara lain dari al-Kharaj, semacam pajak hasil bumi.
Setelah khilafah memasuki periode kemunduran, pendapatan negara menurun
sementara pengeluaran meningkat lebih besar. Menurunnya pendapatan negara itu
disebabkan oleh makin menyempitnya wilayah kekuasaan, banyaknya terjadi
kerusuhan yang mengganggu perekonomian rakyat. diperingannya pajak dan
banyaknya dinasti-dinasti kecil yang memerdekakan diri dan tidak lagi membayar
upeti. Sedangkan pengeluaran membengkak antara lain disebabkan oleh kehidupan
para khalifah dan pejabat semakin mewah. jenis pengeluaran makin beragam dan
para pejabat melakukan korupsi. Kondisi politik yang tidak stabil menyebabkan
perekonomian negara morat-marit. Sebaliknya, kondisi ekonomi yang buruk
memperlemah kekuatan politik dinasti Abbasiyah kedua, faktor ini saling
berkaitan dan tak terpisahkan.
H.
Keruntuhan Bani Abbasiyah
Faktor-faktor penting yang menyebabkan kemunduran Bani Abbas pada masa ini,
sehingga banyak daerah memerdekakan diri, adalah:
1.
Luasnya wilayah kekuasaan daulah
Abbasiyyah sementara komunikasi pusat dengan daerah sulit dilakukan. Bersamaan
dengan itu, tingkat saling percaya di kalangan para penguasa dan pelaksana
pemerintahan sangat rendah.
2.
Dengan profesionalisasi angkatan
bersenjata, ketergantungan khalifah kepada
mereka sangat tinggi.
3.
Keuangan negara sangat sulit karena
biaya yang dikeluarkan untuk tentara bayaran sangat besar. Pada saat kekuatan
militer menurun, khalifah tidak sanggup memaksa pengiriman pajak ke Baghdad.
Selain itu, penyebab kehancuran Bani Abbasiyah karena
beberapa faktor berikut:
1.Faktor
Intern
a.
Lemahnya semangat patriotisme
negara, menyebabkan jiwa jihad yang diajarkan Islam tidak berdaya lagi menahan
segala ancaman yang datang, baik dari dalam maupun dari luar.
b.
Hilangnya sifat amanah dalam segala
perjanjian yang dibuat, sehingga kerusakan moral dan kerendahan budi
menghacurkan sifat-sifat baik yang mendukung negara selama ini.
c.
Tidak percaya pada kekuasaan
sendiri. Dalam mengatasi berbagai pemberontakan, khalifah mengundang kekuatan
asing. Akibatnya, kekuatan asing tersebut memanfaatkan kelemahan khalifah.
d.
Kemerosotan ekonomi terjadi karena
banyaknya biaya yang digunakan untuk tentara, banyaknya pemberontakan dan
kebiasaan para penguasa untuk berfoya-foya, kehidupan para khalifah dan
keluarganya serta pejabat-pejabat negara yang hidup mewah.
2.
Faktor Ekstern
Disintegrasi, akibat kebijakan untuk lebih
mengutamakan pembinaan peradaban dan kebudayaan Islam daripada politik, provinsi-provinsi
tertentu di pinggiran mulai melepaskan dari genggaman penguasa Bani Abbasiyah.
Mereka bukan sekedar memisahkan diri dari kekuasan khalifah, tapi memberontak
dan berusaha merebut pusat kekuasaan di Baghdad.
Pada tahun 565 H/1258 M, tentara Mongol yang
berkekuatan sekitar 200.000 orang tiba di salah satu pintu Baghdad. Khalifah Al-Musta'shim, penguasa
terakhir Bani Abbas di Baghdad (1243 -
1258), betul-betul tidak berdaya dan tidak mampu membendung "topan"
tentara Hulagu Khan.
Pada saat yang kritis tersebut, wazir khilafah
Abbasiyah, Ibn Alqami ingin mengambil kesempatan dengan menipu khalifah. la
mengatakan kepada khalifah, "Saya telah menemui mereka untuk perjanjian
damai. Hulagu Khan ingin mengawinkan anak perempuannya dengan Abu Bakr Ibn Mu'tashim, putera
khalifah. Dengan demikian, Hulagu Khan akan menjamin posisimu. la tidak
menginginkan sesuatu kecuali kepatuhan, sebagaimana kakek-kakekmu terhadap
sulthan-sulthan Seljuk".
Khalifah menerima usul itu, la keluar bersama beberapa
orang pengikut dengan membawa mutiara, permata dan hadiah-hadiah berharga
lainnya untuk diserahkan kepada Hulagu Khan.
Hadiah-hadiah itu dibagi-bagikan Hulagu kepada para panglimanya. Keberangkatan
khalifah disusul oleh para pembesar istana yang terdiri dari ahli fikih dan
orang-orang terpandang. Tetapi, sambutan Hulagu Khan sungguh di luar dugaan
khalifah. Apa yang dikatakan wazirnya temyata tidak benar. Mereka semua,
termasuk wazir sendiri, dibunuh dengan leher dipancung secara bergiliran.
Dengan pembunuhan yang kejam ini berakhirlah kekuasaan
Abbasiyah di Baghdad. Kota Baghdad sendiri dihancurkan rata dengan tanah,
sebagaimana kota-kota lain yang dilalui tentara Mongol tersebut. Walaupun sudah
dihancurkan, Hulagu Khan memantapkan kekuasaannya di Baghdad selama dua tahun,
sebelum melanjutkan gerakan ke Syria dan Mesir.
Jatuhnya kota Baghdad pada tahun 1258 M ke tangan
bangsa Mongol bukan saja
mengakhiri kekuasaan khilafah Bani Abbasiyah di sana, tetapi juga merupakan
awal dari masa kemunduran politik dan peradaban Islam, karena Baghdad sebagai
pusat kebudayaan dan peradaban Islam yang sangat kaya dengan khazanah ilmu
pengetahuan itu ikut pula lenyap dibumihanguskan oleh pasukan Mongol yang
dipimpin Hulaghu Khan tersebut.
I.
Prinsip-prinsip
Dasar Sistem Ekonomi Islam
Terdapat
beberapa prinsip dasar sistem ekonomi Islam sebagai dasar untuk pengembangan
sistem ekonomi Islam dalam suatu pemerintahan atau negara, yakni:
1.
Kebebasan Individu
Individu mempunyai hak kebebasan sepenuhnya untuk
berpendapat atau membuat suatu keputusan yang dianggap perlu dalam sebuah
negara Islam. Tanpa kebebasan tersebut individu muslim tidak dapat melaksanakan
kewajiban mendasar dan penting dalam menikmati kesejahteraan dan menghindari
terjadinya kekacauan dalam masyarakat.
2.
Hak terhadap Harta
Islam mengakui hak individu untuk memiliki harta,
tetapi Islam memberi batasan tertentu supaya kebebasan itu tidak merugikan
kepentingan masyarakat umum.
3.
Ketidaksamaan ekonomi dalam batas
yang wajar
Meskipun Islam mengakui adanya keadaan dimana ekonomi
antara orang-perorang tidak sama, namun Islam mengatur perbedaan tersebut dalam
batas-batas wajar dan adil.
4.
Kesamaan sosial
Islam mengatur agar setiap sumber-sumber
ekonomi/kekayaan negara dapat dinikmati oleh semua masyarakat, bukan oleh
sekelompok masarakat saja. Disamping itu Islam juga menetapkan, bahwa setiap
individu dalam suatu negara mempunyai kesempatan yang sama untuk berusaha dan
mendapatkan pekerjaan atau menjalankan berbagai aktivitas ekonomi.
5.
Jaminan sosial
Setiap individu mempunyai hak untuk hidup dalam sebuah
negara Islam; dan setiap warga negara dijamin untuk memperoleh kebutuhan
pokoknya masing-masing. Tugas dan tanggungjawab utama bagi sebuah negara adalah
menjamin setiap warga negara, dalam memenuhi kebutuhannya sesuai dengan prinsip
” hak untuk hidup”.
6.
Distribusi kekayaan secara meluas
Islam mencegah penumpukan kekayaan pada kelompok kecil
tertentu orang dan menganjurkan distribusi kekayaan kepada semua lapisan
masyarakat.
7.
Larangan Menumpuk kekayaan
Sistem ekonomi Islam melarang individu mengumpulkan
harta kekayaan secara berlebihan dan mengambil langkah-langkah yang perlu untuk
mencegah perbuatan yang tidak baik tersebut supaya tidak terjadi dalam negara.
8.
Larangan terhadap organisasi anti
sosial
Sistem ekonomi Islam melarang semua praktek yang
merusak dan antisosial yang terdapat dalam masyarakat, misalnya berjudi, minum
arak, riba, menumpuk harta, pasar gelap dan sebagainya.
9.
Kesejahteraan individu dan
masyarakat
Islam mengakui kesejahteraan individu dan
kesejahteraan sosial masyarakat yang saling melengkapi satu dengan yang lain,
bukan saling bersaing dan bertentangan antar mereka.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan pemaparan di atas dapat dipahami bahwa
kekuasaan Dinasti Umayyah dan Abbasiyah merupakan masa gemilang kemajuan dunia Islam
dalam aspek perkembangan ilmu pengetahuan dan peradaban. Perkembangan tersebut
pada dasarnya merupakan andil dari pengaruh peradaban Yunani yang sempat masuk
ke dunia Islam. Sehingga selanjutnya, beberapa tokoh dalam literatur sejarah
menghiasai perkembangan pemikiran hingga di era modern. Bahkan, pada masa
kejayaan tersebut orang-orang Barat menjadikan wilayah timur sebagai pusat
perabadan untuk menggali ilmu pengetahuan.
Pada masa inilah Islam meraih kejayaanya. Banyak
kontribusi keilmuan yang disumbangkan. Karya dan tokoh-tokohnya telah menjadi
inspirasi dalam pengembangan keilmuan, oleh karena itu masa ini dikatakan
sebagai masa keemasan Islam walau akhirnya peradaban Islam mengalami kemunduran
dan kehancuran di bidang keilmuan bersamaan dengan berakhirnya pemerintahan
Umayyah dan Abbasiyah.
Sebuah sistem yang teratur akan menghasilkan
pencapaian tujuan yang maksimal, seperti kisah pendirian dinasti Abbasiyah.
Mereka bisa mendirikan dinasti di dalam sebuah negara yang dikuasai suatu
dinasti yang menomorduakan mereka. Selain itu dari sejarah kekuasaan dinasti
Abbasiyah ini kita juga bisa mengambil manfaat yang bisa kita rasakan sampai
saat ini, yaitu perkembangan ilmu pengetahuan. Seharusnya kita yang hidup pada
zaman modern bisa meneruskan perjuangan para ilmuwan zaman daulah Abbasiyah
dahulu.
DAFTAR
PUSTAKA
Darsono.2002.Tonggak Sejarah Kebudayaan
Islam.Solo:Tiga Serangkai
Supriyadi,
Dedi. 2008. Sejarah Peradaban Islam. Bandung: Pustaka Setia.
http://spistai.blogspot.com/2009/03/sejarah-islam-masa-bani-umayyah.
html(diakses
tanggal 09 Juni 2013)
http://id.wikipedia.org/wiki/Bani_Abbasiyah (diakses tgl 9-06-2013)
http://sejarahperadaban-islam.blogspot.com/2011/10/peradaban-islam-pada-masadaulah-bani.html, (diakses tgl 9-06-2013)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar