BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Konflik adalah sesuatu yang hampir tidak mungkin
bisa dilepaskan dari kehidupan masyarakat. Selama masyarakat masih memiliki
kepentingan, kehendak, serta cita-cita konflik senantiasa “mengikuti mereka”.
Oleh karena dalam upaya untuk mewujudkan apa yang mereka inginkan pastilah ada
hambatan-hambatan yang menghalangi, dan halangan tersebut harus disingkirkan.
Tidak menutup kemungkinan akan terjadi benturan-benturan kepentingan antara
individu dengan kelompok, atau kelompok dengan kelompok.[1]
Jika hal ini terjadi, maka konflik merupakan
sesuatu yang niscaya terjadi dalam masyarakat. Konflik antarbudaya ataupun
multidimensional yang sering muncul dan mencuat dalam berbagai kejadian yang
memprihatinkan dewasa ini bukanlah konflik yang muncul begitu saja. Akan
tetapi, merupakan akumulasi dari ketimpangan – ketimpangan dalam menempatkan
hak dan kewajiban yang cenderung tidak terpenuhi dengan baik. Konflik merupakan
gesekan yang terjadi antara dua kubu atau lebih yang disebabkan adanya
perbedaan nilai, status, kekuasaan, kelangkaan sumber daya, serta distribusi
yang tidak merata, yang dapat menimbulkan deprifasi relative di masyarakat.
B.
Rumusan Masalah
1.
Apa
pengertian dari konflik ?
2.
Bagaimanaa
pandangan para ahli terhadap konflik ?
3.
Apa
saja jenis-jenis konflik ?
4.
Bagaimana
latar belakang
penyebab terjadinya konflik antar organisasi atau kelompok ?
5.
Bagaimana
proses konflik ?
6.
Bagaimana
mengelola konflik antar kelompok melalui penanggulangannya ?
7.
Apa
saja akibat dari konflik ?
C.
Tujuan Penulisan
1.
Untuk
mengetahui pengertian dari konflik.
2.
Untuk
mengetahui pandangan para ahli terhadap konflik.
3.
jenis-jenis
konflik
4.
Untuk
mengetahui latar
belakang penyebab terjadinya konflik antar organisasi atau kelompok
5.
Untuk
mengetahui proses konflik
6.
Untuk
mengetahui cara mengelola konflik antar kelompok melalui penanggulangannya
7.
Untuk
mengetahui akibat dari konflik
BAB II
PEMBAHASAN
A.
PENGERTIAN KONFLIK
a.
Pengertian Konflik Secara Umum
Dari berbagai definisi dan berbagai sumber,
istilah konflik umunya dapat dirangkum dan diartikan sebagai berikut:
1.
Konflik adalah bentuk pertentangan alamiah yang
dihasilkan oleh individu atau kelompok karena mereka yang terlibat memiliki
perbedaan sikap, kepercayaan, nilai-nilai, serta kebutuhan.
2.
Hubungan pertentangan antara dua pihak atau lebih
(individu maupun kelompok) yang memiliki atau merasa memiliki sasaran-sasaran
tertentu, namun diliputi pemikiran, perasaan, atau perbuatan yang tidak sejalan.
3.
Pertentangan atau pertikaian karena ada perbedaan
dalam kebutuhan, nilai, dan motifasi pelaku atau yang terlibat di dalamnya.
4.
suatu
proses yang terjadi ketika satu pihak secara negatif mempengaruhi pihak lain,
dengan melakukan kekerasan fisik yang membuat orang lain perasaan serta
fisiknya terganggu.
5.
Bentuk pertentangan yang bersifat fungsional
karena pertentangan semacam itu mendukung tujuan kelompok dan memperbarui
tampilan, namun disfungsional karena menghilangkan tampilan kelompok yang sudah
ada.
6.
proses mendapatkan monopoli ganjaran, kekuasaan,
pemilikan, dengan menyingkirkan atau melemahkan pesaing.
7.
suatu bentuk perlawanan yang melibatkan dua pihak
secara antagonis.
8.
kekacauan
rangsangan kontradiktif dalam diri individu.
Dua uraian di atas juga menunjukkan bahwa
dalam setiap konflik terdapat beberapa unsur sebagai berikut.
1.
Ada dua pihak atau lebih yang terlibat.
2.
Ada tujuan yang dijadikan sasaran konflik, dan
tujuan itulah yang menjadi sumber konflik.
3.
Ada perbedaan pikiran, perasaan, tindakan di
antara pihak yang terlibat untuk mendapatkan atau mencapai tujuan.
4.
Ada situasi konflik antara dua pihak yang
bertentangan.
b.
Pengertian Konflik Secara Etimologi
Konflik berasal dari kata kerja latin configere yang berarti saling memukul. Secara sosiologis,
konflik diartikan sebagai suatu proses sosial antara dua orang atau lebih (
bisa juga kelompok ) dimana salah satu pihak berusaha menyingkirkan pihak lain
dengan menghancurkannya atau membuatnya tidak berdaya.
c.
Pengertian Konflik Menurut Para Ahli
Berikut adalah beberapa pengertian konflik menurut
para ahli.
1. Menurut
Taquiri dalam Newstorm dan Davis ( 1977 ), konflik
merupakan warisan kehidupan sosial yang boleh berlaku dalam berbagai keadaan
akibat daripada berbangkitnya keadaan ketidaksetujuan, kontroversi dan
pertentangan di antara dua pihak atau lebih pihak secara berterusan.
2. Menurut
Gibson, et al ( 1997: 437 ), hubungan selain dapat menciptakan kerjasama,
hubungan saling tergantung dapat pula melahirkan konflik. Hal ini terjadi jika
masing – masing komponen organisasi memiliki kepentingan atau tujuan sendiri –
sendiri dan tidak bekerja sama satu sama lain.
3. Menurut
Robbin ( 1996 ),
keberadaan konflik dalam organisasi dalam organisasi ditentukan oleh persepsi
individu atau kelompok. Jika mereka tidak menyadari adanya konflik di dalam
organisasi maka secara umum konflik tersebut dianggap tidak ada. Sebaliknya,
jika mereka mempersepsikan bahwa di dalam organisasi telah ada konflik maka
konflik tersebut telah menjadi kenyataan.
4. Muchlas (
1999 ), Dipandang sebagai perilaku, konflik
merupakan bentuk minteraktif yang terjadi pada tingkatan individual,
interpersonal, kelompok atau pada tingkatan organisasi. Konflik ini terutama
pada tingkatan individual yang sangat dekat hubungannya dengan stres.
5. Menurut
Minnery (1985), Konflik
organisasi merupakan interaksi antara dua atau lebih pihak yang satu sama lain
berhubungan dan saling tergantung, namun terpisahkan oleh perbedaan tujuan.
6. Robbins (
1993), Konflik dalam organisasi sering terjadi
tidak simetris terjadi hanya satu pihak yang sadar dan memberikan respon
terhadap konflik tersebut. Atau, satu pihak mempersepsikan adanya pihak lain
yang telah atau akan menyerang secara negatif.
7. Pace and
Faules ( 1994: 249 ),Konflik
merupakan ekspresi pertikaian antara individu dengan individu lain, kelompok
dengan kelompok lain karena beberapa alasan. Dalam pandangan ini, pertikaian
menunjukkan adanya perbedaan antara dua atau lebih individu yang diekspresikan,
diingat, dan dialami.
8. Folger
& Poole ( 1984 ), Konflik dapat dirasakan, diketahui, diekspresikan
melalui perilaku-perilaku komunikasi.
9. Myers (
1982 : 234 – 237 ), Kreps ( 1986 : 185
), Stewart, 1993 : 341
), Konflik senantisa berpusat pada beberapa penyebab
utama, yakni tujuan yang ingin dicapai, alokasi sumber – sumber yang dibagikan,
keputusan yang diambil, maupun perilaku setiap pihak yang terlibat
10. Devito (
1995 : 381 ) Interaksi
yang disebut komunikasi antara individu yang satu dengan yang lainnya, tak
dapat disangkal akan menimbulkan konflik dalam level yang berbeda – beda.
B. PANDANGAN
PARA AHLI TERHADAP KONFLIK
1.
Konflik Menurut Robbin
Robbin ( 1996: 431 ) mengatakan konflik dalam
organisasi disebut sebagai The Conflict
Paradoks, yaitu pandangan bahwa di satu sisi konflik dianggap dapat meningkatkan
kinerja kelompok, tetapi di sisi lain dapat menurunkan kinerja kelompok
sehingga kebanyakan kelompok dan organisasi berusaha untuk meminimalisasikan
konflik. Pandangan ini dibagi menjadi tiga bagian, antara lain:
Terdapat tiga pandangan tentang konflik, yaitu
:
1) Pandangan tradisional ( The Traditional View ),
menyatakan bahwa konflik harus dihindari karena akan menimbulkan kerugian,
aliran ini juga memandang konflik sebagai sesuatu yang sangat buruk, tidak
menguntungkan dalam organisasi. Oleh karena itu konflik harus dicegah dan
dihindari sebisa mungkin dengan mencari akar permasalahan.[2]
2) Pandangan hubungan manusia ( The Human Relation View ),
Pandangan behaviorial (yang berhubungan
dengan tingkah laku) ini menyatakan bahwa konflik merupakan sesuatu
yang wajar, alamiah dan tidak terelakan dalam setiap kelompok manusia. Konflik
tidak selalu buruk karena memiliki potensi kekuatan yang positif di dalam
menentukan kinerja kelompok, yang oleh karena itu konflik harus dikelola dengan
baik.[3]
3) Pandangan interaksionis ( The Interactionist View ), Yang
menyatakan bahwa konflik bukan sekedar sesuatu kekuatan positif dalam suatu
kelompok, melainkan juga mutlak perlu untuk suatu kelompok agar dapat
berkinerja positif. Oleh karena itu konflik harus diciptakan. Pandangan ini
didasari keyakinan bahwa organisasi yang tenang, harmonis, damai ini justru
akan membuat organisasi itu menjadi statis, stagnan dan tidak inovatif.
Dampaknya dalam kinerja organisasi menjadi rendah. [4]
2.
Konflik Menurut Stoner dan Freeman
Stoner dan Freeman ( 1989 : 392 ) membagi
pandangan menjadi dua bagian, yaitu pandangan tradisional ( Old view ) dan pandangan modern ( Current View ):
1) Pandangan
tradisional. Pandangan
tradisional menganggap bahwa konflik dapat dihindari. Hal ini disebabkan
konflik dapat mengacaukan organisasi dan mencegah pencapaian tujuan yang
optimal. Oleh karena itu, untuk mencapai tujuan yang optimal, konflik harus
dihilangkan. Konflik biasanya disebabkan oleh kesalahan manajer dalam merancang
dan memimpin organisasi. Dikarenakan kesalahan ini, manajer sebagai pihak
manajemen bertugas meminimalisasikan konflik.
2) Pandangan
modern. Konflik tidak dapat dihindari. Hal ini
disebabkan banyak faktor, antara lain struktur organisasi, perbedaan tujuan,
persepsi, nilai – nilai, dan sebagainya. Konflik dapat mengurangi kinerja
organisasi dalam berbagai tingkatan. Jika terjadi konflik, manajer sebagai
pihak manajemen bertugas mengelola konflik sehingga tercipta kinerja yang
optimal untuk mencapai tujuan bersama.
3.
Konflik Menurut Myers
Selain
pandangan menurut Robbin dan Stoner and Freeman, konflik dipahami berdasarkan dua sudut
pandang, yaitu: tradisional dan kontemporer ( Myers, 1993:234 )
1) Dalam
pandangan tradisional, konflik
dianggap sebagai sesuatu yang buruk yang harus dihindari. Pandangan ini sangat
menghindari adanya konflik karena dinilai sebagai faktor penyebab pecahnya
suatu kelompok atau organisasi. Bahkan seringkali konflik dikaitkan dengan
kemarahan, agresivitas, dan pertentangan baik secara fisik maupun dengan
kata-kata kasar. Apabila telah terjadi konflik, pasti akan menimbulkan sikap
emosi dari tiap orang di kelompok atau organisasi itu sehingga akan menimbulkan
konflik yang lebih besar. Oleh karena itu, menurut pandangan tradisional,
konflik haruslah dihindari.
2) Pandangan
kontemporer, mengenai
konflik didasarkan pada anggapan bahwa konflik merupakan sesuatu yang tidak
dapat dielakkan sebagai konsekuensi logis interaksi manusia. Namun, yang
menjadi persoalan adalah bukan bagaimana meredam konflik, tapi bagaimana
menanganinya secara tepat sehingga tidak merusak hubungan antarpribadi bahkan
merusak tujuan organisasi. Konflik dianggap sebagai suatu hal yang wajar di
dalam organisasi. Konflik bukan dijadikan suatu hal yang destruktif, melainkan
harus dijadikan suatu hal konstruktif untuk membangun organisasi tersebut,
misalnnya bagaimana cara peningkatan kinerja organisasi.
C. JENIS –
JENIS KONFLIK
§
Konflik antara atau
dalam peran sosial ( intrapribadi ),
misalnya antara peranan - peranan dalam keluarga atau profesi ( konflik peran (
role ) )
§
Konflik antara
kelompok-kelompok sosial ( antar keluarga, antar gank ).
§
Konflik kelompok
terorganisir dan tidak terorganisir (polisi melawan massa).
§
Koonflik antar satuan
nasional ( kampanye, perang saudara )
§
Konflik antar atau
tidak antar agama
§
Konflik antar politik.
Sedangkan Menurut Robbins[5] Terdapat
3 jenis konflik yaitu:
·
Konflik tugas, yaitu konflik atas isi dan
sasaran pekerjaan
·
Konflik hubungan, yaitu konflik berdasarkan
hubungan interpersonal
·
Konflik proses, yaitu konflik atas cara
melakukan pekerjaan
Ada lima jenis konflik dalam kehidupan organisasi :
1. Konflik
dalam diri individu, yang terjadi bila
seorang individu menghadapi ketidakpastian tentang pekerjaan yang dia harapkan
untuk melaksanakannya. Bila berbagai permintaan pekerjaan saling bertentangan,
atau bila individu diharapkan untuk melakukan lebih dari kemampuannya.
2. Konflik
antar individu dalam organisasi yang sama,
dimana hal ini sering diakibatkan oleh perbedaan – perbedaan
kepribadian.Konflik ini berasal dari adanya konflik antar peranan ( seperti
antara manajer dan bawahan ).
3. Konflik
antar individu dan kelompok, yang
berhubungan dengan cara individu menanggapi tekanan untuk keseragaman yang
dipaksakan oleh kelompok kerja mereka. Sebagai contoh, seorang individu mungkin
dihukum atau diasingkan oleh kelompok kerjanya karena melanggar norma – norma
kelompok.
4. Konflik
antar kelompok dalam organisasi yang sama,
karena terjadi pertentangan kepentingan antar kelompok atau antar organisasi.
5. Konflik
antar organisasi, yang timbul
sebagai akibat bentuk persaingan ekonomi dalam sistem perekonomian suatu
negara. Konflik ini telah mengarahkan timbulnya pengembangan produk baru,
teknologi, dan jasa, harga – harga lebih rendah, dan penggunaan sumber daya
lebih efisien.
D. LATAR BELAKANG PENYEBAB
TERJADINYA KONFLIK ANTAR ORGANISASI ATAU
KELOMPOK
Konflik organisasi
atau kelompok ( organizational conflict ) adalah ketidaksesuaian antara
dua atau lebih pihak anggota – anggota atau kelompok – kelompok organisasi yang
timbul karena adanya kenyataan bahwa mereka harus membagi sumber daya - sumber
daya yang terbatas atau kegiatan – kegiatan kerja dan atau karena kenyataan
bahwa mereka mempunyai perbedaan status, tujuan, nilai, atau persepsi.[6]
Untuk dapat menyelesaikan konflik yang terjadi di
masyarakat, tentunya harus diketahui penyebab konflik yang terjadi. Dengan
mengetahui sebabnya, konflik diharapkan segera bisa diselesaikan.
Penyebab
terjadinya konflik dalam kelompok atau organisasi, yaitu :
1.
Perbedaan
individu, yang meliputi perbedaan pendirian dan perasaan
2.
Perbedaan
latar belakang kebudayaan sehingga membentuk pribadi-pribadi yang berbeda pula.
3.
Perbedaan
kepentingan individu atau kelompok.
4.
Sistem
Informasi yang tidak baik. Seperti, Pesan tidak diterima, instruksi
diinterpretasikan dengan salah, disampaikan pada waktu yang tidak tepat.
5.
Perubahan
- perubahan nilai yang cepat dan mendadak dalam masyarakat, dan Perbedaan pola
interaksi yang satu dengan yang lainnya.
Dari Penyebab konflik Kelompok atau Organisasi
diatas, kita bisa menyimpulkan bahwa sekecil apapun perpedaan pendapat dalam
masyarakat adalah suatu konflik, walaupun konflik ini belum begitu berdampak
negatif kepada masyarakat. Namun demikian, jika hal ini tidak kita kelola
dengan baik dan benar, tidak menutup kemungkinan perbedaan pendapat bisa
berubah menjadi konflik kekerasan.
Selain itu Collins, seorang ahli sosiologi lebih
menekankan bahwa konflik lebih berakar pada masalah individual karena akar
toretisnya lebih pada fenomenologis dan etnometodologi. Dia lebih memilih
konflik sebagai fokus berdasarkan landasan yang realistik, konflik adalah
proses sentral dalam kehidupan sosial.
secara umum penyebab konflik bisa disederhanakan
sebagai berikut.
1.
Konflik Nilai, Kebanyakan konflik terjadi karena perbedaan nilai. Nilai
merupakan sesuatu yang menjadi dasar, pedoman, tempat setiap manusia menggantungkan
pikiran, perasaan, dan tindakan. Yang termasuk dalam kategori ini adalah
konflik yang bersumber pada perbedaan rasa percaya, keyakinan, bahkan ideologi
atas apa yang diperebutkan.
2.
Kurangnya Komunikasi, Kita tidak bisa menganggap sepele komunikasi
antarmanusia karena konflik bisa terjadi hanya karena dua pihak kurang
berkomunikasi. Kegagalan berkomunikasi karena dua pihak tidak dapat
menyampaikan pikiran, perasaan, dan tindakan sehingga membuka jurang perbedaan
informasi di antara mereka, dan hal semacam ini dapat mengakibatkan terjadinya
konflik.
3.
Kepemimpinan yang Kurang Efektif , Secara politis kepemimpinan yang baik adalah kepemimpinan
yang kuat, adil, dan demokratis. Namun demikian, untuk mendapatkan pemimpin
yang ideal tidah mudah. Konflik karena kepemimpinan yang tidak efektif ini
banyak terjadi pada organisasi atau kehidupan bersama dalam suatu komunitas.
Kepemimpinan yang kurang efektif ini mengakibatkan anggota masyarakat “mudah
bergerak”.
4.
Ketidakcocokan Peran, Konflik semacam ini
bisa terjadi kapan saja dan di mana saja. Ketidakcocokan peran terjadi karena
ada dua pihak yang mempersepsikan secara sangat berbeda tentang peran mereka
masing - masing.
5.
Produktivitas Rendah, Konflik seringkali terjadi karena out put dan out come dari
dua belah pihak atau lebih yang saling berhubungan kurang atau tidak
mendapatkan keuntungan dari hubungan tersebut. Oleh karenanya muncul prasangka
di antara mereka. Kesenjangan ekonomi di antara kelompok masyarakat, termasuk
dalam konflik ini.
6.
Perubahan Keseimbangan, Konflik ini terjadi karena ada perubahan keseimbangan dalam
suatu masyarakat. Penyebabnya bisa karena faktor alam, maupun faktor sosial.
7.
Konflik atau Masalah yang Belum
Terpecahkan, Banyak pula konflik yang terjadi dalam masyarakat
karena masalah terdahulu tidak terselesaikan. Tidak ada proses saling memaafkan
dan saling mengampuni sehingga hal tersebut seperti api dalam sekam, yang
sewaktu-waktu bisa berkobar.
Tujuh penyebab konflik di atas adalah penyebab
yang sifatnya umum, dan sebenarnya masih bisa diperinci lebih detail lagi.
Namun demikian, jika mencermati konflik-konflik yang terjadi khususnya
masyarakat Indonesia akhir-akhir ini, bisa merunut, paling tidak ada salah satu
penyebab seperti di atas. Dengan mengetahui penyebab terjadinya konflik bisa
berharap bahwa konflik akan bisa dikelola, dan diselesaikan dengan baik.
E. PROSES KONFLIK
Menurut Stephen P.Robbin, proses konflik dapat
dipahami sebagai sebuah proses yang terdiri atas lima tahapan : potensi
pertentangan atau ketidakselarasan, kognisi dan personalisasi, maksud,
perilaku, dan akibat.
Tahap 1 : Potensi Pertentangan atau
Ketidakselarasan
Tahap pertama dalam proses konflik adalah
munculnya kondisi - kondisi yang menciptakan peluang bagi pecahnya konflik.
Kondisi-kondisi tersebut tidak mesti mengarah langsung ke konflik, tetapi salah
satu darinya diperlukan jika konflik hendak muncul. Kondisi-kondisi tersebut ( sebab
atau sumber konflik ) dapat dipadatkan ke dalam tiga kategori umum :
komunikasi, struktur, dan variabel-variabel pribadi.[7]
Komunikasi,
komunikasi dapat menjadi sumber konflik. Komentar dari beberapa individu yang
sedang berbicara mempresentasikan dua kekuatan berlawanan yang muncul akibat
kesulitan semantik, kesalahpahaman, dan kegaduhan pada saluran komunikasi.[8]
Struktur,
istilah struktur digunakan dalam konteks ini untuk mencakup variabel-variabel
seperti ukuran, kadar spesialisasi dalam tugas-tugas yang diberikan kepada
anggota kelompok, kejelasan yuridiksi, keserasian antara anggota dan tujuan,
gaya kepemimpinan, sistem imbalan, dan kadar ketergantungan antarkelompok.
Penelitian menunjukkan bahwa ukuran dan spesialisasi bertindak sebagai daya
yang merangsang konflik. Semakin besar kelompok dan semakin terspesialisasi
kegiatan-kegiatannya, semakin besar pula kemungkinan terjadinya konflik. Masa
kerja dan konflik berkorelasi terbalik. Potensi konflik cenderung paling tinggi
jika anggota-anggota kelompok lebih muda dan ketika tingkat perputaran karyawan
tinggi.[9]
Kelompok-kelompok dalam organisasi memiliki
tujuan yang beragam. Beragamnya tujuan di antara kelompok-kelompok ini
merupakan salah satu sumber utama konflik. Ada indikasi bahwa gaya kepemimpinan
yang melekat dapat meningkatkan potensi konflik, tetapi bukti pendukungnya
tidak kuat. Selain itu, terdapat pula indikasi bahwa partisipasi dan konflik
sangat berkorelasi karena partisipasi mendorong dipromosikannya perbedaan.
Sistem imbalan juga diketahui menciptakan konflik ketika perolehan salah
seorang anggota dipandang merugikan anggota lain. Terakhir, jika sebuah
kelompok bergantung pada kelompok lain atau saling ketergantungan memungkinkan
satu kelompok mendapat hasil sembari merugikan kelompok lain,daya konflik pun
akan terangsang.[10]
Variabel-variabel pribadi,
meliputi kepribadian, emosi, dan nilai-nilai.[11]
Tahap 2 : Kognisi dan personalisasi
Yaitu tahap dimana isu-isu konflik biasanya
didefinisikan dan pada gilirannya akan menentukan jalan panjang menuju akhir
penyelesaian konflik. Sebagai contoh, emosi yang negatif dapat menyebabkan
peremehan persoalan, menurunnya tingkat kepercayaan dan interpretasi negatif
atas perilaku pihak lain. Sebaliknya, perasaan positif dapat meningkatkan
kemampuan untuk melihat potensi hubungan diantara elemen-elemen suatu masalah,
memandang secara lebih luas suatu situasi dan mengembangkan berbagai solusi
yang lebih inovatif. Konflik disyaratkan
adanya persepsi dengan kata lain bahwa tidak berarti konflik itu personalisasi.
Selanjutnya konflik pada tingkatan perasaan yaitu ketika orang mulai terlibat
secara emosional.[12]
Tahap 3 : Maksud
Maksud mengintervensi antara persepsi serta
emosi orang dan perilaku luaran mereka. Maksud adalah keputusan untuk bertindak
dengan cara tertentu. Banyak konflik bertambah parah semata-mata karena salah
satu pihak salah dalam memahami maksud pihak lain. Selain itu, biasanya ada
perbedaan yang besar antara maksud dan perilaku, sehingga perilaku tidak selalu
mencerminkan secara akurat maksud seseorang. muncul karena salah-satu pihak
salah dalam memahami maksud pihak lain. [13]
Dengan menggunakan dua dimensi yaitu pertama, sifat kooperatif (kadar sampai
mana salah-satu
pihak berusaha memuaskan kepentingan pihak lain). Kedua, sifat tegas (kadar sampai mana salah –s atu pihak berupaya memperjuangkan
kepentingannya sendiri ). Adapun lima maksud
penanganan konflik berhasil diidentifikasikan, yaitu sebagai berikut: bersaing
(tegas dan tidak kooperatif), bekerja sama ( tegas dan kooporatif ), menghindar (tidak tegas dan tidak kooperatif),
akomodatif ( tidak tegas dan
kooperatif ), dan kompromis ( tengah - tengah antara tegas dan kooperatif ).
- Bersaing, hasrat untuk memuaskan kepentingan pribadi
seseorang tanpa memedulikan dampaknya terhadap orang lain yang berkonflik
dengannya.
-
Bekerja
Sama,
merupakan suatu situasi di mana pihak-pihak yang berkonflik ingin sepenuhnya
memuaskan kepentingan kedua belah pihak.
-
Menghindar,
merupakan hasrat untuk menarik diri dari atau menekan sebuah konflik.
-
Akomodatif,
kesediaan salah satu pihak yang berkonflik untuk menempatkan kepentingan
lawannya di atas kepentingannya sendiri.
- Kompromis, suatu situasi di mana masing-masing pihak
yang berkonflik bersedia mengalah dalam satu atau lain hal.[14]
Tahap 4 : Perilaku
Meliputi pernyataan aksi
dan reaksi yang dibuat oleh pihak-pihak yang berkonflik. Dengan demikian dalam
konflik dibutuhkan teknik-teknik manajemen konflik sehingga mendorong konflik
mencapai tingkat konflik yang diinginkan. Untuk meredakan konflik yang ada, diperlukan
untuk mempelajari teknik-teknik manajemen konflik. Manajemen konflik adalah
pemanfaatan teknik-teknik resolusi dan dorongan (stimulasi) untuk mencapai
tingkat konflik yang diinginkan.[15]
Tabel 1.
Teknik-teknik manajemen konflik[16]
Teknik-teknik
penyelesaian konflik
|
|
Pemecahan
masalah
|
Pertemuan tatap muka pihak-pihak yang
berkonflik untuk mengidentifikasi masalah dan menyelesaikannya melalui
diskusi terbuka
|
Tujuan superordinat
|
Menetapkan tujuan bersama yang tidak dapat
dicapai tanpa kerja sama dari setiap pihak yang berkonflik
|
Ekspansi sumber daya
|
Ketika sebuah konflik timbul karena
kelangkaan sumber daya (uang,promosi,kesempatan,ruang kantor) ekspansi sumber
daya dapat menciptakan solusi yang saling menguntungkan
|
Penghindaran
|
Penarikan diri dari, atau penyembunyian,
konflik
|
Memperhalus
|
Meminimalkan perbedaan sembari menekankan
kepentingan bersama di antara pihak-pihak yang berkonflik
|
Berkompromi
|
Masih masing-masing pihak yang berkonflik
menyerahkan sesuatu yang bernilai
|
Perintah otoratif
|
Manajemen menggunakan wewenang formalnya
untuk menyelesaikan konflik dan kemudian menyampaikan keinginannya kepada
pihak-pihak yang terlibat
|
Mengubah variabel manusia
|
Menggunakan teknik-teknik perbuahan perilaku
seperti pelatihan hubungan insani untuk mengubah sikap dan perilaku yang
menyebabkan konflik
|
Mengubah variabel struktural
|
Mengubah struktur organisasi formal dan
pola-pola interaksii dari pihak-pihak yang berkonflik melalui rancang ulang
pekerjaan, pemindahanm penciptaan posisi koordinasi, dan sebagainya.
|
Teknik-teknik stimulasi konflik
|
|
Komunikasi
|
Menggunakan pesan-pesan ambigu atau yang
sifatnya mengancam untuk menaikkan tingkat konflik
|
Memasukkan orang luar
|
Menambahkan karyawan ke suatu kelompok dengan
latar belakang, nilai-nilai, sikap, atau gaya manajerialnya berbeda dari
anggota-anggota yang ada sekarang
|
Restrukturisasi organisasi
|
Menata ulang kelompok-kelompok kerja,
mengubah aturan dan ketentuan, meningkatkan kesalingketergantungan, dan
membuat perubahan struktural yang diperlukan untuk menggoyang status quo
|
Membuat kambing hitam
|
Menunjuk seorang pengkritik untuk secara
sengaja mendebat posisi mayoritas yang digenggam oleh kelompok
|
Sumber :
berdasarkan S.P.Robbins, Managing
Organizational Conflict:A Nontraditional Approach (upper Saddle
River,NJ:Prentice Hall,1974), hal 59-89
Tahap 5 : Akibat
Jalinan aksi reaksi antara pihak yang
berkonflik menghasilkan konsekuensi. Akibat atau konsekuensi ini bisa bersifat
fungsional, dalam arti konflik tersebut menghasilkan kinerja kelompok, atau
juga bersifat disfungsional karena justru menghambat kinerja kelompok.[17]
Akibat
Fungsional, menjelaskan bahwa konfik dapat menjadi suatu
penggerak yang meningkatkan kinerja kelompok. Konflik bersifat konstruktif
ketika hal tersebut memperbaiki kualitas keputusan, merangsang kreativitas dan
inovasi, mendorong minat dan keingintahuan di antara anggota-anggota kelompok,
menyediakan media atau sarana untuk mengungkapkan masalah dan menurunkan ketegangan,
serta menumbuhkan suasana yang mendorong evaluasi diri dan perubahan. Selain
itu, heterogenitas antaranggota kelompok dan organisasi dapat meningkatkan
kreativitas, memperbaiki kualitas keputusan dan memfasilitasi perubahan dengan
cara meningkatkan fleksibilitas anggota.[18]
Akibat
Disfungsional, menjelaskan bahwa konflik dapat menghambat
kinerja dari sebuah kelompok. Di antara konsekuensi-konsekuensi yang tidak
diharapkan tersebut, terdapat lambannya komunikasi, menurunnya kekompakan
kelompok, dan subordinasi tujuan kelompok oleh dominasi perselisihan
antaranggota. Yang lebih ekstrem, konflik dapat menghentikan kelompok yang
sedang berjalan dan secara potensial mengancam kelangsungan hidup kelompok.[19]
F.
MENGELOLA KONFLIK ANTAR KELOMPOK MELALUI PENANGGULANGANNYA
Teknik - Teknik Utama Untuk
Memecahkan Konflik Organisasi Ada beberapa cara untuk menangani konflik yaitu :
1.
Introspeksi
diri
2.
Mengevaluasi
pihak-pihak yang terlibat
3.
Identifikasi
sumber konflik
Spiegel
(1994) menjelaskan ada lima tindakan yang dapat kita lakukan dalam penanganan
konflik :
1.
Berkompetisi
Tindakan
ini dilakukan jika kita mencoba memaksakan kepentingan sendiri di atas
kepentingan pihak lain. Pilihan tindakan ini bisa sukses dilakukan jika situasi
saat itu membutuhkan keputusan yang cepat, kepentingan salah satu pihak lebih
utama dan pilihan kita sangat vital. Hanya perlu diperhatikan situasi menang –
kalah (win-lose solution) akan terjadi disini. Pihak yang kalah akan merasa
dirugikan dan dapat menjadi konflik yang berkepanjangan. Tindakan ini bisa
dilakukan dalam hubungan atasan bawahan, dimana atasan menempatkan
kepentingannya ( kepentingan organisasi ) di atas kepentingan bawahan.
2.
Menghindari konflik
Tindakan
ini dilakukan jika salah satu pihak menghindari dari situsasi
tersebut secara fisik ataupun psikologis. Sifat tindakan ini hanyalah
menunda konflik yang terjadi. Situasi menang kalah terjadi lagi disini.
Menghindari konflik bisa dilakukan jika masing-masing pihak mencoba untuk mendinginkan suasana, mebekukan konflik untuk sementara. Dampak kurang baik bisa terjadi jika pada saat yang kurang tepat konflik meletus kembali, ditambah lagi jika salah satu pihak menjadi stres karena merasa masih memiliki hutang menyelesaikan persoalan tersebut.
tersebut secara fisik ataupun psikologis. Sifat tindakan ini hanyalah
menunda konflik yang terjadi. Situasi menang kalah terjadi lagi disini.
Menghindari konflik bisa dilakukan jika masing-masing pihak mencoba untuk mendinginkan suasana, mebekukan konflik untuk sementara. Dampak kurang baik bisa terjadi jika pada saat yang kurang tepat konflik meletus kembali, ditambah lagi jika salah satu pihak menjadi stres karena merasa masih memiliki hutang menyelesaikan persoalan tersebut.
3.
Akomodasi
Yaitu
jika kita mengalah dan mengorbankan beberapa kepentingan sendiri
agar pihak lain mendapat keuntungan dari situasi konflik itu. Disebut juga
sebagai self sacrifying behaviour. Hal ini dilakukan jika kita merasa bahwa
kepentingan pihak lain lebih utama atau kita ingin tetap menjaga hubungan baik dengan pihak tersebut.
agar pihak lain mendapat keuntungan dari situasi konflik itu. Disebut juga
sebagai self sacrifying behaviour. Hal ini dilakukan jika kita merasa bahwa
kepentingan pihak lain lebih utama atau kita ingin tetap menjaga hubungan baik dengan pihak tersebut.
Pertimbangan
antara kepentingan pribadi dan hubungan baik menjadi hal
yang utama di sini yaitu :
yang utama di sini yaitu :
4.
Kompromi
Tindakan
ini dapat dilakukan jika ke dua belah pihak merasa bahwa kedua hal tersebut
sama –sama penting dan hubungan baik menjadi yang utama.
Masing-masing pihak akan mengorbankan sebagian kepentingannya untuk mendapatkan situasi menang-menang ( win - win solution ).
Masing-masing pihak akan mengorbankan sebagian kepentingannya untuk mendapatkan situasi menang-menang ( win - win solution ).
5.
Berkolaborasi
Menciptakan
situasi menang-menang dengan saling bekerja sama.
Pilihan tindakan ada pada diri kita sendiri dengan konsekuensi dari masing-masing tindakan. Jika terjadi konflik pada lingkungan kerja, kepentingan dan hubungan antar pribadi menjadai hal yang harus kita pertimbangkan.
Pilihan tindakan ada pada diri kita sendiri dengan konsekuensi dari masing-masing tindakan. Jika terjadi konflik pada lingkungan kerja, kepentingan dan hubungan antar pribadi menjadai hal yang harus kita pertimbangkan.
G.
AKIBAT KONFLIK
Dibawah ini akibat-akibat yang disebabkan oleh konflik, ada akibat
positif dan akibat negatif.
Akibat Positif
:
1.
Akan
meningkatkan kreativitas dan akan meningkatkan semangat kerja
2.
Pengambilan
keputusan akan lebih baik
3.
Berusaha
untuk mencari pendekatan baru
4.
Memperjelas
pandangan masing - masing
Akibat Negatif
:
1.
Menimbulkan
kecemasan pada diri individu
2.
Meningkatkan
ketegangan dalam berhubungan dengan individu lain
3.
Akan
timbul rasa tidak percaya dan curiga
4.
Individu
cenderung hanya memperhatikan kebutuhan pribadi\
5.
Adanya
penolakan dalam bekerjasama
BAB III
PENUTUP
Konflik tidak selamanya berakibat negatif bagi
masyarakat. Jika bisa dikelola dengan baik, konflik justru bisa menghasilkan
hal-hal yang positif. Misalnya, sebagai pemicu perubahan dalam masyarakat, memperbarui
kualitas keputusan, menciptakan inovasi dan kreativitas, sebagai sarana
evaluasi, dan lain sebagainya. Namun demikian, tidak menutup kemungkinan bahwa
jika konflik tidak dikelola dengan baik dan benar, maka akan menimbulkan dampak
negatif dan merugikan bagi masyarakat.
Sebagai sebuah catatan bahwa dalam upaya
menyelesaikan konflik haruslah dipahami betul kompleksitas serta kerumitan
konflik yang dihadapi. Semua harus sadar bahwa setiap konflik memiliki
kompleksitas masing-masing sehingga tidak bisa begitu saja mengaplikasikan
sebuah teori untuk menyelesaikannya. Semua juga harus ingat bahwa selain
teori-teori resolusi konflik yang ada, sebenarnya masyarakat juga memiliki
budaya sendiri dalam menyelesaikan masalahnya. Namun demikian, penyelesaian
konflik sering melupakan adat dan budaya lokal tersebut. Untuk itulah penting
untuk menggali
kembali kekayaan budaya sendiri.
REFERENSI
Alo Liliweri, 2005, Prasangka
dan Konflik: Komunikasi Lintas Budaya Masyarakat Multikultur, Yogyakarta : LKiS
AS Munandar, 1987, Manajemen Konflik dalam Organisasi , Pengendalian Konflik dalam Organisasi,
Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, Jakarta
Collins
Patricia, 1990 “Conflict Theory and the
Advance of Macro Historical Sociology”, in. G. Ritzer, Fronties of Social
Theory: The new Sintheses, New York: Coloumbia University Press
Dahrendorf, 1998, dalam Sosiologi Ilmu Pengetahuan
Berparadigma Ganada, Jakarta: Rajawali Press
Geoge
Ritzer dan Douglas J Goodman, 2004, Teori
Sosiologi Modern, Jakarta: Prenada Media
Handoko T. Hani, 2003, Manajemen
edisi 2, Yogyakarta : BPFE – Yogyakarta
Sutaryo,
2000 Sosiologi Komunikasi, Modul UT ,
Jakarta: Depdiknas
Simon
Fisher, 2001, Mengelola Konflik:
ketrampilan dan Strategi Untuk Bertindak, Jakarta: The British Council
Soekanto Soerjono, 1998, Sosiologi Sautu Pengantar, Jakarta: Rajawali Press
Thoha Miftah, 1993, Kepemimpinan dalam Manajemen, Jakarta :
PT.Raja Grafindo Persada,
Tidak ada komentar:
Posting Komentar