MAKALAH
MANUSIA,
BERPIKIR DAN PENGETAHUAN
Diajukan Untuk Memenuhi Tugas
Ujian Akhir Semester
Pada Mata Kuliah Filsafat Ilmu
Disusun oleh :
Dais Agustina
(1128020012)
JURUSAN MANAJEMEN
( I / A )
FAKULTAS ILMU
SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UIN SUNAN GUNUNG DJATI
BANDUNG
2012/ 2013
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Manusia mempunyai cirri istimewa, yaitu
kemampuan berpikir yang ada dalam satu struktur dengan perasaan dan kehendaknya
(sehingga sering disebut sebagai makhluk yang berkesadaran).
Selanjutnya dengan pemikirannya yang kritis dan
kreatif manusia memikirkan dirinya sendiri, yaitu hakikatnya sebagai manusia.
(Hakikat manusia adlah makhluk Tuhan yang eksis dalam diri pribadinya yang
otonom, berjiwa raga dan berada dalam sifat hakikatnya sebagai makhluk individu
yang memasyarakat).
Manusia juga sebenarnya tahu sesuatu, tidak ada
yang menyangkal. Manusia tahu akan dunia sekitarnya, akan dirinya sendiri, akan
orang-orang lain. Manusia tahu yang baik dan yang buruk, yang indah dan tak
indah. Dalam makalah ini penulis menguraikan tentang makna manusi, berpikir dan
pengetahuan.
B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah sebagai berikut :
a. Bagaimana Makna Menjadi Manusia ?
b. Bagaimana Makna Berpikir?
c. Bagaimana Makna Pengetahuan?
d. Bagaimana makna Berpikir dan Pengetahuan?
C. Tujuan Penulisan
Pembuatan makalah
ini bertujuan untuk :
a. Untuk mengetahui Makna
Menjadi Manusia
b. Untuk mengetahui Makna Berpikir
c. Untuk mengetahui criteria
yang harus dimiliki oleh manajer syariah
d. Untuk mengetahui makna Berpikir
dan Pengetahuan
D. Metode Penulisan
Metode yang kami gunakan
dalam penyusunan makalah ini adalah metode Argumentasi.
E. Sistematika Penulisan
Dalam pembahasan
ini, kami menyusun pokok-pokok pembahasan dan membaginya secara sistematik yang
terdiri dari :
BAB I Pendahuluan,
yang terdiri dari : Latar belakang Masalah, Rumusan Masalah, Tujuan Penulisan,
Metode Penulisan dan Sistematika Penulisan.
BAB II Pembahasan
masalah
BAB III Penutup, yang
terdiri dari : Simpulan dan Daftar Pustaka.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Makna Menjadi Manusia
Kemampuan manusia untuk menggunakan akal dalam memahami
lingkungannya merupakan potensi dasar yang memungkinkan manusia Berfikir,
dengan Berfikir manusia menjadi mampu melakukan perubahan dalam dirinya, dan
memang sebagian besar perubahan dalam diri manusia merupakan akibat dari
aktivitas Berfikir, oleh karena itu sangat wajar apabila Berfikir merupakan
konsep kunci dalam setiap diskursus mengenai kedudukan manusia di muka bumi,
ini berarti bahwa tanpa Berfikir, kemanusiaan manusia pun tidak punya
makna bahkan mungkin tak akan pernah ada.
Berfikir juga memberi kemungkinan manusia untuk memperoleh
pengetahuan, dalam tahapan selanjutnya pengetahuan itu dapat menjadi fondasi
penting bagi kegiatan berfikir yang lebih mendalam. Ketika Adam diciptakan dan
kemudian ALLAH mengajarkan nama-nama, pada dasarnya mengindikasikan bahwa Adam
(Manusia) merupakan Makhluk yang bisa Berfikir dan berpengetahuan, dan dengan
pengetahuan itu Adam dapat melanjutkan kehidupannya di Dunia. Dalam konteks
yang lebih luas, perintah Iqra (bacalah) yang tertuang dalam Al Qur’an
dapat dipahami dalam kaitan dengan dorongan Tuhan pada Manusia untuk
berpengetahuan disamping kata Yatafakkarun (berfikirlah/gunakan akal)
yang banyak tersebar dalam Al Qur’an. Semua ini dimaksudkan agar manusia dapat
berubah dari tidak tahu menjadi tahu, dengan tahu dia berbuat, dengan
berbuat dia beramal bagi kehidupan. semua ini pendasarannya adalah penggunaan
akal melalui kegiatan berfikir. Dengan berfikir manusia mampu mengolah
pengetahuan, dengan pengolahan tersebut, pemikiran manusia menjadi makin
mendalam dan makin bermakna,
dengan
pengetahuan manusia mengajarkan, dengan berpikir manusia mengembangkan, dan
dengan mengamalkan serta mengaplikasikannya manusia mampu melakukan perubahan
dan peningkatan ke arah kehidupan yang lebih baik, semua itu telah membawa
kemajuan yang besar dalam berbagai bidang kehidupan manusia (sudut pandang
positif/normatif).
Kemampuan untuk berubah dan perubahan yang terjadi pada manusia
merupakan makna pokok yang terkandung dalam kegiatan Berfikir dan
berpengetahuan. Disebabkan kemampuan Berfikirlah, maka manusia dapat berkembang
lebih jauh dibanding makhluk lainnya, sehingga dapat terbebas dari kemandegan
fungsi kekhalifahan di muka bumi, bahkan dengan Berfikir manusia mampu
mengeksplorasi, memilih dan menetapkan keputusan-keputusan penting untuk
kehidupannya. Semua itu, pada dasarnya menggambarkan keagungan manusia
berkaitan dengan karakteristik eksistensial manusia sebagai upaya memaknai
kehidupannya dan sebagai bagian dari Alam ini.
Dalam konteks perbandingan dengan bagian-bagian alam lainnya, para
akhli telah banyak mengkaji perbedaan antara manusia dengan makhluk-makhluk
lainnya terutama dengan makhluk yang agak dekat dengan manusia yaitu hewan.
Secara umum komparasi manusia dengan hewan dapat dilihat dari sudut pandang
Naturalis/biologis dan sudut pandang sosiopsikologis. Secara biologis pada
dasarnya manusia tidak banyak berbeda dengan hewan, bahkan Ernst Haeckel
(1834 – 1919) mengemukakan bahwa manusia dalam segala hal sungguh-sungguh
adalah binatang beruas tulang belakang, yakni binatang menyusui, demimikian
juga Lamettrie (1709 – 1751) menyatakan bahwa tidaklah terdapat
perbedaan antara binatang dan manusia dan karenanya manusia itu adalah suatu
mesin.
Kalau manusia itu sama dengan hewan, tapi kenapa manusia bisa
bermasyarakat dan berperadaban yang tidak bisa dilakukan oleh hewan ?,
pertanyaan ini telah melahirkan berbagai pemaknaan tentang manusia, seperti
manusia adalah makhluk yang bermasyarakat (Sosiologis), manusia adalah makhluk
yang berbudaya (Antropologis), manusia adalah hewan yang ketawa, sadar diri,
dan merasa malu (Psikologis), semua itu kalau dicermati tidak lain karena
manusia adalah hewan yang berfikir/bernalar (the animal that reason) atau
Homo Sapien.
Dengan memahami uraian di atas, nampak bahwa ada sudut pandang yang
cenderung merendahkan manusia, dan ada yang mengagungkannya, semua sudut
pandang tersebut memang diperlukan untuk menjaga keseimbangan memaknai manusia.
Blaise Pascal (1623 – 1662) menyatakan bahwa adalah berbahaya bila
kita menunjukan manusia sebagai makhluk yang mempunyai sifat-sifat binatang
dengan tidak menunjukan kebesaran manusia sebagai manusia. Sebaliknya adalah
bahaya untuk menunjukan manusia sebagai makhluk yang besar dengan tidak
menunjukan kerendahan, dan lebih berbahaya lagi bila kita tidak menunjukan
sudut kebesaran dan kelemahannya sama sekali (Rasjidi. 1970 : 8). Guna memahami
lebih jauh siapa itu manusia, berikut ini akan dikemukakan beberapa definisi
Plato (427
– 348). Dalam pandangan Plato manusia dilihat secara dualistik yaitu unsurjasad dan unsur jiwa, jasad akan musnah sedangkan jiwa tidak, jiwa mempunyai
tiga fungsi (kekuatan) yaitu logystikon (berfikir/rasional, thymoeides
(Keberanian), dan epithymetikon (Keinginan)
·
Aristoteles (384 – 322 SM). Manusia itu adalah hewan yang berakal sehat,
yang mengeluarkan pendapatnya, yang berbicara berdasarkan akal fikirannya.
Manusia itu adalah hewan yang berpolitik (Zoon Politicon/Political Animal),
hewan yang membangun masyarakat di atas famili-famili menjadi pengelompokan
impersonal dari pada kampung dan negara.
·
Ibnu
Sina (980 -1037 M). manusia adalah makhluk yang
mempunyai kesanggupan : 1) makan, 2) tumbuh, 3) ber-kembang biak, 4) pengamatan
hal-hal yang istimewa, 5) pergerakan di bawah kekuasaan, 6) ketahuan
(pengetahuan tentang) hal-hal yang umum, dan 7) kehendak bebas. Menurut dia,
tumbuhan hanya mempunyai kesanggupan 1, 2, dan 3, serta hewan mempunyai
kesanggupan 1, 2, 3, 4, dan 5.
·
Ibnu
Khaldun (1332 – 1406). Manusia adalah hewan dengan
kesanggupan berpikir, kesanggupan ini merupakan sumber dari kesempurnaan dan
puncak dari segala kemulyaan dan ketinggian di atas makhluk-makhluk lain.
·
Ibnu
Miskawaih. Menyatakan bahwa manusia adalah makhluk
yang mempunyai kekuatan-kekuatan yaitu : 1) Al Quwwatul Aqliyah (kekuatan
berfikir/akal), 2) Al Quwwatul Godhbiyyah (Marah, 3) Al Quwwatu Syahwiyah
(sahwat).
·
Harold
H. Titus menyatakan : Man is an animal
organism, it is true but he is able to study himself as organism and to compare
and interpret living forms and to inquire about the meaning of human existence.
Selanjutnya Dia menyebutkan beberapa faktor yang berkaitan (menjadi
karakteristik – pen) dengan manusia sebagai pribadi yaitu :
i. Self conscioueness
ii. Reflective
thinking, abstract thought, or the power of generalization
iii.
Ethical discrimination and the power of choice
iv.
Aesthetic appreciation
v.
Worship and faith in a higher power
vi.
Creativity of a new order
·
William
E. Hocking menyatakan : Man can be defined as
the animal who thinks in term of totalities.
·
C.E.M.
Joad. Menyatakan : every thing and every
creature in the world except man acts as it must, or act as it pleased, man
alone act on occasion as he ought
·
R.F.
Beerling. Menyatakan bahwa manusia itu tukang
bertanya.
Dari uraian dan berbagai definisi tersebut di atas, dapatlah ditarik
beberapa kesimpulan tentang siapa itu manusia yaitu :
1. Secara fisikal, manusia sejenis
hewan juga
2. Manusia punya kemampuan untuk
bertanya
3. Manusia punya kemampuan untuk
berpengetahuan
4. Manusia punya kemauan bebas
5. Manusia bisa berprilaku sesuai
norma (bermoral)
6. Manusia adalah makhluk yang
bermasyarakat dan berbudaya
7. Manusia punya kemampuan berfikir
reflektif dalam totalitas dengan kesadara diri
8. Manusia adalah makhluk yang punya
kemampuan untuk percaya pada Tuhan
B.
MAKNA BERPIKIR
Semua karakteristik manusia yang menggambargakan ketinggian dan
keagungan pada dasarnya merupakan akibat dari anugrah akal yang
dimilikinya, serta pemanfaatannya untuk kegiatan berfikir, bahkan Tuhan pun
memberikan tugas kekhalifahan (yang terbingkai dalam perintah dan larangan) di
muka bumi pada manusia tidak terlepas dari kapasitas akal untuk berfikir,
berpengetahuan, serta membuat keputusan untuk melakukan dan atau tidak
melakukan yang tanggungjawabnya inheren pada manusia, sehingga perlu dimintai
pertanggungjawaban.
Sutan Takdir Alisjahbana. Menyatakan
bahwa pikiran memberi manusia pengetahuan yang dapat dipakainya sebagai pedoman
dalam perbuatannya, sedangkan kemauanlah yang menjadi pendorong perbuatan
mereka. Oleh karena itu berfikir merupakan atribut penting yang menjadikan
manusia sebagai manusia, berfikir adalah fondasi dan kemauan adalah pendorongnya.
Kalau berfikir (penggunaan kekuatan akal) merupakan salah satu ciri
penting yang membedakan manusia dengan hewan, sekarang apa yang dimaksud
berfikir, apakah setiap penggunaan akal dapat dikategorikan berfikir, ataukah
penggunaan akal dengan cara tertentu saja yang disebut berfikir. Para akhli
telah mencoba mendefinisikan makna berfikir dengan rumusannya sendiri-sendiri,
namun yang jelas tanpa akal nampaknya kegiatan berfikir tidak mungkin dapat
dilakukan, demikian juga pemilikan akal secara fisikal tidak serta merta
mengindikasikan kegiata berfikir.
Menurut J.M. Bochenski berfikir adalah perkembangan ide dan
konsep, definisi ini nampak sangat sederhana namun substansinya cukup mendalam,
berfikir bukanlah kegiatan fisik namun merupakan kegiatan mental, bila
seseorang secara mental sedang mengikatkan diri dengan sesuatu dan
sesuatu itu terus berjalan dalam ingatannya, maka orang tersebut bisa dikatakan
sedang berfikir. Jika demikian berarti bahwa berfikir merupakan upaya untuk
mencapai pengetahuan. Upaya mengikatkan diri dengan sesuatu merupakan upaya
untuk menjadikan sesuatu itu ada dalam diri (gambaran mental) seseorang, dan
jika itu terjadi tahulah dia, ini berarti bahwa dengan berfikir manusia akan
mampu memperoleh pengetahuan, dan dengan pengetahuan itu manusia menjadi lebih
mampu untuk melanjutkan tugas kekhalifahannya di muka bumi serta mampu
memposisikan diri lebih tinggi dibanding makhluk lainnya.
Sementara itu Partap Sing Mehra memberikan definisi
berfikir (pemikiran) yaitu mencari sesuatu yang belum diketahui berdasarkan
sesuatu yang sudah diketahui. Definisi ini mengindikasikan bahwa suatu kegiatan
berfikir baru mungkin terjadi jika akal/pikiran seseorang telah mengetahui sesuatu,
kemudian sesuatu itu dipergunakan untuk mengetahui sesuatu yang lain, sesuatu
yang diketahui itu bisa merupakan data, konsep atau sebuah idea, dan hal ini
kemudian berkembang atau dikembangkan sehingga diperoleh suatu yang kemudian
diketahui atau bisa juga disebut kesimpulan. Dengan demikian kedua definisi
yang dikemukakan akhli tersebut pada dasarnya bersifat saling melengkapi.
Berfikir merupakan upaya untuk memperoleh pengetahuan dan dengan pengetahuan
tersebut proses berfikir dapat terus berlanjut guna memperoleh pengetahuan yang
baru, dan proses itu tidak berhenti selama upaya pencarian pengetahuan terus
dilakukan.
Menurut Jujus S Suriasumantri Berfikir merupakan suatu
proses yang membuahkan pengetahuan. Proses ini merupakan serangkaian gerak
pemikiran dalam mengikuti jalan pemikiran tertentu yang akhirnya sampai pada
sebuah kesimpulan yang berupa pengetahuan.
Dengan demikian
berfikir mempunyai gradasi yang berbeda dari berfikir sederhana sampai berfikir
yang sulit, dari berfikir hanya untuk mengikatkan subjek dan objek sampai
dengan berfikir yang menuntut kesimpulan berdasarkan ikatan tersebut. Sementara
itu Partap Sing Mehra menyatakan bahwa proses berfikir mencakup
hal-hal sebagai berikut yaitu :
- Conception (pembentukan gagasan)
- Judgement (menentukan sesuatu)
- Reasoning (Pertimbangan pemikiran/penalaran)
bila seseorang
mengatakan bahwa dia sedang berfikir tentang sesuatu, ini mungkin berarti bahwa
dia sedang membentuk gagasan umum tentang sesuatu, atau sedang menentukan
sesuatu, atau sedang mempertimbangkan (mencari argumentasi) berkaitan dengan
sesuatu tersebut.
Cakupan proses berfikir sebagaimana disebutkan di
atas menggambarkan bentuk substansi pencapaian kesimpulan, dalam setiap cakupan
terbentang suatu proses (urutan) berfikir tertentu sesuai dengan substansinya.
Menurut John Dewey proses berfikir mempuyai urutan-urutan (proses)
sebagai berikut :
- Timbul rasa sulit, baik dalam bentuk adaptasi terhadap alat, sulit mengenai sifat, ataupun dalam menerangkan hal-hal yang muncul secara tiba-tiba.
- Kemudian rasa sulit tersebut diberi definisi dalam bentuk permasalahan.
- Timbul suatu kemungkinan pemecahan yang berupa reka-reka, hipotesa, inferensi atau teori.
- Ide-ide pemecahan diuraikan secara rasional melalui pembentukan implikasi dengan jalan mengumpulkan bukti-bukti (data).
- Menguatkan pembuktian tentang ide-ide di atas dan menyimpulkannya baik melalui keterangan-keterangan ataupun percobaan-percobaan
Sementara itu Kelly mengemukakan bahwa proses berfikir
mengikuti langkah-langkah sebagai berikut :
- Timbul rasa sulit
- Rasa sulit tersebut didefinisikan
- Mencari suatu pemecahan sementara
- Menambah keterangan terhadap pemecahan tadi yang menuju kepada kepercayaan bahwa pemecahan tersebut adalah benar.
- Melakukan pemecahan lebih lanjut dengan verifikasi eksperimental
- Mengadakan penelitian terhadap penemuan-penemuan eksperimental menuju pemecahan secara mental untuk diterima atau ditolak sehingga kembali menimbulkan rasa sulit.
- Memberikan suatu pandangan ke depan atau gambaran mental tentang situasi yang akan datang untuk dapat menggunakan pemecahan tersebut secara tepat.
Urutan langkah (proses) berfikir seperti tersebut di atas lebih
menggambarkan suatu cara berfikir ilmiah, yang pada dasarnya merupakan
gradasi tertentu disamping berfikir biasa yang sederhana serta berfikir
radikal filosofis, namun urutan tersebut dapat membantu bagaimana
seseorang berfikir dengan cara yang benar, baik untuk hal-hal yang sederhana
dan konkrit maupun hal-hal yang rumit dan abstrak, dan semua ini dipengaruhi
oleh pengetahuan yang dimiliki oleh orang yang berfikir tersebut.
C. MAKNA PENGETAHUAN
Berfikir mensyaratkan adanya pengetahuan (Knowledge)
atau sesuatu yang diketahui agar pencapaian pengetahuan baru lainnya dapat
berproses dengan benar, sekarang apa yang dimaksud dengan pengetahuan ?,
menurut Langeveld pengetahuan ialah kesatuan subjek yang mengetahui
dan objek yang diketahui, di tempat lain dia mengemukakan bahwa pengetahuan
merupakan kesatuan subjek yang mengetahui dengan objek yang diketahui, suatu
kesatuan dalam mana objek itu dipandang oleh subjek sebagai dikenalinya. Dengan
demikian pengetahuan selalu berkaitan dengan objek yang diketahui, sedangkan Feibleman
menyebutnya hubungan subjek dan objek (Knowledge : relation between object
and subject).
Subjek adalah individu yang punya kemampuan mengetahui (berakal) dan
objek adalah benda-benda atau hal-hal yang ingin diketahui. Individu (manusia)
merupakan suatu realitas dan benda-benda merupakan realitas yang lain, hubungan
keduanya merupakan proses untuk mengetahui dan bila bersatu jadilah pengetahuan
bagi manusia. Di sini terlihat bahwa subjek mesti berpartisipasi aktif dalam
proses penyatuan sedang objek pun harus berpartisipasi dalam keadaannya, subjek
merupakan suatu realitas demikian juga objek, ke dua realitas ini berproses
dalam suatu interaksi partisipatif, tanpa semua ini mustahil pengetahuan
terjadi, hal ini sejalan dengan pendapat Max Scheler yang menyatakan
bahwa pengetahuan sebagai partisipasi oleh suatu realita dalam suatu realita
yang lain, tetapi tanpa modifikasi-modifikasi dalam kualitas yang lain itu.
Sebaliknya subjek yang mengetahui itu dipengaruhi oleh objek yang diketahuinya.
Pengetahuan pada hakikatnya merupakan segenap apa yang diketahui
tentang objek tertentu, termasuk ke dalamnya ilmu (Jujun S Suriasumantri,),
Pengetahuan tentang objek selalu melibatkan dua unsur yakni unsur representasi
tetap dan tak terlukiskan serta unsur penapsiran konsep yang menunjukan respon
pemikiran. Unsur konsep disebut unsur formal sedang unsur tetap adalah unsur
material atau isi (Maurice Mandelbaum).
Interaksi antara objek dengan
subjek yang menafsirkan, menjadikan pemahaman subjek (manusia) atas objek
menjadi jelas, terarah dan sistimatis sehingga dapat membantu memecahkan
berbagai masalah yang dihadapi. Pengetahuan tumbuh sejalan dengan
bertambahnya pengalaman, untuk itu diperlukan informasi yang bermakna guna
menggali pemikiran untuk menghadapi realitas dunia dimana seorang itu hidup (Harold
H Titus).
D.
BERFIKIR DAN PENGETAHUAN
Berfikir dan pengetahuan merupakan dua hal yang menjadi ciri keutamaan manusia,
tanpa pengetahuan manusia akan sulit berfikir dan tanpa berfikir pengetahuan
lebih lanjut tidak mungkin dapat dicapai, oleh karena itu nampaknya berfikir
dan pengetahuan mempunyai hubungan yang sifatnya siklikal.
Gerak sirkuler
antara berfikir dan pengetahuan akan terus membesar mengingat pengetahuan pada
dasarnya bersifat akumulatit, semakin banyak pengetahuan yang dimiliki
seseorang semakin rumit aktivitas berfikir, demikian juga semakin rumit
aktivitas berfikir semakin kaya akumulasi pengetahuan. Semakin akumulatif
pengetahuan manusia semakin rumit, namun semakin memungkinkan untuk melihat
pola umum serta mensistimatisirnya dalam suatu kerangka tertentu, sehingga
lahirlah pengetahuan ilmiah (ilmu), disamping itu terdapat pula orang-orang
yang tidak hanya puas dengan mengetahui, mereka ini mencoba memikirkan hakekat
dan kebenaran yang diketahuinya secara radikal dan mendalam, maka lahirlah
pengetahuan filsafat, oleh karena itu berfikir dan pengetahuan dilihat dari
ciri prosesnya dapat dibagi ke dalam :
- Berfikir biasa dan sederhana menghasilkan pengetahuan biasa (pengetahuan eksistensial)
- Berfikir sistematis faktual tentang objek tertentu menghasilkan pengetahuan ilmiah (ilmu)
- Berfikir radikal tentang hakekat sesuatu menghasilkan pengetahuan filosofis (filsafat)
Semua jenis berfikir dan pengetahuan tersebut di atas mempunyai
poisisi dan manfaatnya masing-masing, perbedaan hanyalah bersifat gradual,
sebab semuanya tetap merupakan sifat yang inheren dengan manusia. Sifat inheren
berfikir dan berpengetahuan pada manusia telah menjadi pendorong bagi
upaya-upaya untuk lebih memahami kaidah-kaidah berfikir benar (logika), dan
semua ini makin memerlukan keakhlian, sehingga makin rumit tingkatan berfikir
dan pengetahuan makin sedikit yang mempunyai kemampuan tersebut, namun serendah
apapun gradasi berpikir dan berpengetahuan yang dimiliki seseorang tetap
saja mereka bisa menggunakan akalnya untuk berfikir untuk memperoleh
pengetahuan, terutama dalam menghadapi masalah-masalah kehidupan, sehingga
manusia dapat mempertahankan hidupnya (pengetahuan macam ini disebut pengetahuan
eksistensial).
Berpengetahuan merupakan syarat mutlak bagi manusia untuk
mempertahankan hidupnya, dan untuk itu dalam diri manusia telah terdapat akal
yang dapat dipergunakan berfikir untuk lebih mendalami dan memperluas
pengetahuan. Paling tidak terdapat dua alasan mengapa manusia memerlukan
pengetahuan/ilmu yaitu:
1. manusia tidak bisa hidup dalam alam yang belum terolah, sementara binatang siap
hidup di alam asli dengan berbagai kemampuan bawaannya.
2. manusia merupakan makhluk yang selalu bertanya baik implisit maupun eksplisit
dan kemampuan berfikir serta pengetahuan merupakan sarana untuk menjawabnya.
Dengan demikian berfikir dan pengetahuan bagi manusia merupakan
instrumen penting untuk mengatasi berbagai persoalah yang dihadapi dalam
hidupnya di dunia, tanpa itu mungkin yang akan terlihat hanya kemusnahan
manusia (meski kenyataan menunjukan bahwa dengan berfikir dan pengetahuan
manusia lebih mampu membuat kerusakan dan memusnahkan diri sendiri lebih cepat)
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Kemampuan manusia untuk menggunakan akal dalam memahami
lingkungannya merupakan potensi dasar yang memungkinkan manusia Berfikir,
dengan Berfikir manusia menjadi mampu melakukan perubahan dalam dirinya, dan
memang sebagian besar perubahan dalam diri manusia merupakan akibat dari
aktivitas Berfikir, oleh karena itu sangat wajar apabila Berfikir merupakan
konsep kunci dalam setiap diskursus mengenai kedudukan manusia di muka bumi,
ini berarti bahwa tanpa Berfikir, kemanusiaan manusia pun tidak punya
makna bahkan mungkin tak akan pernah ada.
Berfikir juga memberi kemungkinan manusia
untuk memperoleh pengetahuan, dalam tahapan selanjutnya pengetahuan itu dapat
menjadi fondasi penting bagi kegiatan berfikir yang lebih mendalam. Ketika Adam
diciptakan dan kemudian ALLAH mengajarkan nama-nama, pada dasarnya
mengindikasikan bahwa Adam (Manusia) merupakan Makhluk yang bisa Berfikir dan
berpengetahuan, dan dengan pengetahuan itu Adam dapat melanjutkan kehidupannya
di Dunia. Dalam konteks yang lebih luas, perintah Iqra (bacalah) yang
tertuang dalam Al Qur’an dapat dipahami dalam kaitan dengan dorongan Tuhan pada
Manusia untuk berpengetahuan disamping kata Yatafakkarun
(berfikirlah/gunakan akal) yang banyak tersebar dalam Al Qur’an. Semua ini
dimaksudkan agar manusia dapat berubah dari tidak tahu menjadi tahu,
dengan tahu dia berbuat, dengan berbuat dia beramal bagi kehidupan. semua ini
pendasarannya adalah penggunaan akal melalui kegiatan berfikir.
DAFTAR
PUSTAKA
Beekman,Gerard
dan R.A Rivai. 1973. Filsafat Para Filsuf Berfilsafat.Jakarta:Penerbit
Erlangga
Syafii,Inu Kencana. 2004.
Pengantar Filsafat. Bandung: PT Refika Aditama
Lanur,Alex
OFM.1993.Hakikat Pengetahuan dan Cara Kerja Ilmu-ilmu. Jakarta:PT
Gramedia Pustaka Utama
Salam, Burhanuddin. 2005.
Pengantar Filsafat. Jakarta: Bumi Aksara
Surajiyo.2008.Ilmu
Filsafat Suatu Pengantar.Jakarta:PT.Bumi Aksara.
A.Wiramihardja,Sutarjo.2007.Pengantar
Filsafat.Bandung:PT.Refika Aditama.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar